Minggu, 16 November 2014

61. Emisi 1999


Akibat krisis 1998 banyak orang yang memilih untuk menjual asetnya, mereka merasa lebih aman bila memegang uang tunai. Cadangan uang tunai di bank-bank menipis akibat penarikan dana secara besar-besaran ditambah lagi penolakan masyarakat terhadap uang-uang yang berlaku saat itu yaitu pecahan 50.000 Rupiah bergambar pak Harto.


Pecahan terbesar yang beredar saat itu adalah 50 ribu Rupiah yang bergambar pak Harto (kertas emisi 1993 dan 1995 serta plastik emisi 1993) mengalami penolakan dimana-mana karena mengingatkan akan rezim Orde Baru yang baru saja direformasi. Pecahan itu segera diganti pada tanggal 1 Juni 1999 dengan pecahan baru yang dapat mempersatukan kembali rakyat Indonesia yang saat itu tercabik-cabik. Desain uang kertas baru dipilih yang bisa mempersatukan kembali negara Indonesia yaitu gambar tokoh pencipta lagu kebangsaan kita Wage Rudolf Supratman di bagian depan dan pengibaran bendera Merah Putih  yang melambangkan persatuan negara Indonesia di bagian belakang.


Dengan cepat masyarakat menerima uang kertas baru ini dan berbondong-bondong menukarnya dengan pecahan Rp50.000 bergambar Suharto. Tetapi peredaran uang ini masih belum mencukupi kebutuhan, apalagi ditambah kekhawatiran millenium bugs Y2K yaitu kekhawatiran gangguan sistem komputer akibat pergantian millenium. Karena itu BI harus bertindak cepat dan mempertimbangkan untuk menaikkan cadangan uang kertasnya secara signifikans. Salah satu caranya adalah dengan mencetak uang bernominal besar, yang lebih besar lagi dari pecahan 50.000 Rupiah yang beredar saat itu.
Dipilihlah uang kertas dengan nominal terbesar yang pernah dicetak oleh BI yaitu pecahan 100.000 Rupiah.

Pemilihan gambar nominal terbesar ini harus bisa diterima oleh seluruh kelompok masyarakat Indonesia. Karena itu tidak ada pilihan lain selain tokoh proklamator sekaligus pemersatu negara kita yaitu Sukarno Hatta lengkap dengan text proklamasi yang terletak tepat di tengah uang bagian depan. Bagian belakang dipilih gambar gedung MPR-DPR tempat dimulainya era reformasi.


Secara tidak langsung gambar pada uang ini menggambarkan dengan sangat baik situasi pasca krisis 1998 dimana dibutuhkan tokoh pemersatu yang mengingatkan kita kembali dengan tujuan proklamasi, wakil rakyat dan pemerintahan yang pro reformasi, serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang digambarkan  dengan padi dan kapas sebagai 'sepasang daun' penyanggah bunga matahari berwarna merah terang yang melambangkan bangkitnya dan bersinarnya kembali negara Indonesia setelah tepuruk akibat krisis tersebut.


Seperti telah disinggung di atas bahwa salah satu cara untuk mengatasi kekhawatiran millenium bugs adalah dengan menambah stok uang tunai, maka banyak negara-negara di dunia pada saat hampir bersamaan berbondong-bondong mencetak uang kertas. Harga kertas sebagai bahan baku utama menjadi langka dan sudah pasti  mengalami kenaikan yang cukup tinggi. Karena itulah Bank Indonesia mulai melirik bahan polymer (plastik) sebagai pengganti kertas untuk mencetak uang ini. Apalagi BI telah berpengalaman dalam memakai bahan ini pada uang emisi Rp50.000 Suharto, bahkan emisi tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara ke 6 di dunia yang menggunakan uang polymer setelah Australia, Singapore, Samoa, Papua New Guinea dan Kuwait.

Pilihan pencetaknyapun telah ditetapkan, yaitu Note Printing Australia (NPA) yang telah  berpengalaman dalam mencetak emisi 1993 Rp50.000 polymer Suharto serta Note Printing Works of the Bank of Thailand (NPW). Uang ini tidak dicetak oleh Peruri mengingat belum berpengalaman dalam mencetak uang polymer serta membanjirnya pesanan untuk mencetak emisi-emisi yang lebih kecil.


Karena uang ini dicetak oleh percetakan asing  (NPA dan NPW) maka tentu memiliki aturan penomoran dan seri pengganti yang berbeda dibandingkan yang dicetak oleh Perum Peruri.

Pertanyaan 1.
Sebagaimana kita ketahui seri pengganti untuk uang-uang cetakan Perum Peruri adalah pemakaian huruf pertama X, maka apakah  teman-teman ada yang mengetahui apa yang digunakan oleh NPA dan NPW untuk seri pengganti uang ini?
Silahkan pilih salah satu jawaban di bawah ini :
a. Sama seperti Peruri yaitu X
b. Pemakaian angka tertentu misalnya 9 sebagai angka paling depan
c. Pemakaian huruf tertentu selain X misalnya Z sebagai huruf paling depan
d. Tidak ada seri pengganti

Pertanyaan 2.
Apakah teman-teman mengetahui bagaimana cara membedakan uang yang dicetak oleh NPA dengan NPW?
a. Berdasarkan prefixnya
b. Berdasarkan nomor serinya
c. Tanda airnya berbeda
d. Tidak ada bedanya

Untuk bisa menjawab pertanyaan di atas kita harus mengumpulkan banyak sampel dan menganalisanya:


Jawaban pertanyaan 1 :
Fakta pertama, uang yang terdiri dari 3 huruf dan 6 angka ini, huruf pertamanya selalu  A.

.
Fakta kedua, huruf kedua dan ketiga terpakai semua dari A sampai dengan Z termasuk X.


Jadi huruf X ditemukan baik pada huruf kedua maupun ketiga bersamaan dengan berbagai huruf lainnya.



Karena itu dapat disimpulkan bahwa huruf X bukanlah merupakan seri pengganti dan dipakai seperti huruf-huruf lainnya. Jawaban a dan c pada pertanyaan 1 sudah pasti salah.

Fakta ketiga, angka pertama pada nomor seri uang ini menggunakan semua angka dari 0 sd 9. Huruf A sd Z baik yang terletak pada huruf kedua maupun ketiga dapat ditemukan bersamaan dengan angka pertama 0 sd 9. Tidak ada ciri atau tanda-tanda khusus yang menandakan bahwa angka tertentu merupakan seri pengganti. Dengan demikian jawaban b juga salah



Hanya tersisa satu jawaban yaitu d. Tidak ada seri pengganti. Apakah benar demikian? Mari kita lihat buktinya :

Bukti pertama : Pada buku katalog World Polymer Banknotes terbitan afterHOURS tidak disebutkan apapun tentang seri pengganti pada uang ini. Tidak seperti uang polymer China dimana huruf I merupakan seri pengganti.  

Bukti kedua : Semua uang-uang plastik atau polymer Australia cetakan NPA tidak terdapat seri pengganti

Bukti ketiga : Gepokan uang lain berisi 100 lembar utuh yang lengkap dengan segel asli selalu dimulai dari xxx001 dan berakhir xxx100. Tetapi pada gepokan uang ini tidak pernah ditemukan demikian. Awal dan akhirnya merupakan angka acak, hal ini menandakan bahwa bila ada uang yang rusak tidak digantikan dengan uang seri pengganti tetapi dilanjutkan terus dengan uang berikutnya yang tidak rusak.
Contoh :
Pada pecahan lain satu gepok utuh dimulai dari ABC 376001 dst sampai dengan ABC 376100. Bila nomor ABC 376055 rusak maka diganti dengan uang lain dengan prefix X, misal XAD 100349 sehingga awal dari gepokan tersebut selalu dimulai dengan 001 dan berakhir dengan 100. Sebaliknya pada uang 100.000 polymer ini bila nomor 005 rusak maka dari 004 langsung ke 006 sehingga pada gepokan uang ini tidak ditemukan urut dari 001 sd 100 melainkan tidak beraturan. Perhatikan gambar di bawah yang diambil dari gepokan berisi 100 lembar utuh dengan segel asli dari bank. nomor seri dimulai dari ASV 677580 dan berakhir di ASV 677679. 



Berdasarkan semua bukti di atas dapat diambil kesimpulan bahwa uang ini TIDAK MEMILIKI seri pengganti.


Jawaban pertanyaan 2 :

Sebagaimana telah disebut di atas, uang polymer ini dicetak oleh 2 pencetak yaitu NPA dari Australia dan NPW dari Thailand. Para kolektor polymer yang tersebar di berbagai negara termasuk juga teman-teman kita yang berasal dari Indonesia  berusaha keras untuk mengetahui apakah ada perbedaan diantara  keduanya. Tetapi walaupun telah diamati dengan sangat teliti, tidak seorangpun yang berhasil menemukan perbedaannya. Satu-satunya cara terbaik untuk membedakan keduanya secara visual hanya dengan nomor serinya. Perhatikan gambar dan keterangan di bawah.

Pada lelang-lelang lokal maupun internasional, bentuk SPECIMEN dari uang ini telah beberapa kali ditampilkan. Di Java Auction tahun 2009 terdapat satu lot yang ditawarkan seharga 10 juta Rupiah.

Perhatikan nomor serinya : AAA 000000 serta stempel SPECIMEN yang kecil di bagian depan.


Di bagian belakang terdapat tulisan TIDAK BERLAKU berwarna merah yang berukuran besar dan melintang.

Tetapi selain specimen AAA, ternyata ditemukan juga specimen lainnya yang memiliki prefix berbeda yaitu APx. Perhatikan gambar berikut yang diambil dari www.polymernotes.org :


SPECIMEN APx ini (pada gambar memiliki prefix APM) tidak memiliki ciri-ciri seperti SPECIMEN AAA sehingga diasumsikan keduanya adalah tipe yang berbeda. Karena itu website www.polymernotes.org membedakan pencetak uang ini berdasarkan nomor serinya atau tepatnya berdasarkan prefixnya.
Prefix dari AAA sampai APA dicetak oleh NPA sedangkan prefix APA ke atas dicetak oleh NPW.  

Tentu kita tidak puas dengan kesimpulan tersebut, apa benar perbedaan keduanya hanya berdasarkan prefix? APA ke bawah dicetak oleh NPA sedangkan mulai APA keatas oleh NPW. Pencetak yang berbeda pasti akan memiliki ciri-ciri yang berbeda, baik gradasi warnanya, kualitas bahannya atau lainnya.  Apalagi ada isue yang mengatakan kalau kualitas cetakan NPW tidak sebaik NPA. Karena itu mari kita cari dengan lebih teliti lagi. Penemuan perbedaan sekecil apapun akan sangat membantu apalagi uang ini dikumpulkan oleh para penggemar uang polymer dari seluruh dunia. 

Informasi tambahan :

Karena huruf pertama pada nomor seri hanya terdiri dari huruf A sedangkan huruf kedua dan ketiga mempergunakan huruf A sampai dengan Z.  Dan angka yang dipakai adalah 6 angka penuh dari 0 sampai dengan 9, maka kita dapat menghitung atau memperkirakan :

1. Jumlah cetak uang ini :
AAA sd AZZ = 26 x 26 x 999999 = 676 juta lembar = 67,6 triliun Rupiah (belum dikurangi sekian persen untuk yang salah cetak  sehingga tidak layak edar). Bandingkan dengan laporan resmi dari BI yang menyatakan bahwa uang ini dicetak sekitar 50 triliun Rupiah. 

2. Jumlah nomor cantik uang ini :
Yang dimaksud cantik adalah nomor kembar dari 111111, 222222, 333333 sampai dengan 999999 :
AAA sampai dengan AZZ terdapat sebanyak 26 x 26 lembar = 676. Jadi masing-masing nomor cantik tersebut dicetak sebanyak 676 lembar. Berapa banyak yang selamat dan tersisa sampai saat ini tentu tidak kita ketahui, tetapi yang pasti walaupun keseluruhan 676 lembar selamat semuanya, jumlah tersebut sangat sedikit dibandingkan jumlah penggemar nomor cantik yang tersebar di seluruh dunia. Tidak heran nomor cantik uang ini mengalami kenaikan harga yang sangat pesat, pada lelang JA tahun 2009 telah mencapai kisaran 2 sampai dengan 3 juta Rupiah perlembarnya.  
Bila anda berminat, anda harus bertindak cepat................ !!


Semoga artikel ini bermanfaat

Jakarta 24 Desember 2014
Kritik dan saran hubungi arifindr@gmail.com
Sumber :
www.polymernotes.org
Koleksi teman-teman kolektor
Museum BI
Katalog lelang Java Auction






  








62. Kertas Probolinggo


Probolinggo paper atau kertas Probolinggo adalah kertas berharga yang dikeluarkan oleh pemerintah kompeni (VOC) semasa kepemimpinan Gubernur Jendral Herman Willem Daendles (1808-1811). Tugas utama Daendles sebenarnya adalah melindungi pulau Jawa agar tidak jatuh ke tangan Inggris. Waktu itu Prancis yang diperintah oleh Napoleon Bonaparte menguasai kerajaan Belanda dan menyerahkan pimpinan kerajaan Belanda kepada adik laki-lakinya yang bernama Louis Napoleon. Jawa adalah satu-satunya koloni Belanda-Perancis yang belum jatuh ke tangan Inggris. Beberapa kali armada Inggris telah muncul di perairan utara Laut Jawa bahkan sempat menghancurkan galangan kapal Belanda di pulau Onrust.  

Daendles menyadari bahwa kekuatan Belanda-Perancis yang ada di Jawa tidak akan mampu menghadapi kekuatan armada Inggris yang terkenal hebat. Maka ia harus melaksanakan tugasnya dengan secepat mungkin. Dia merekut orang pribumi untuk menjadi tentara, membangun banyak rumah sakit dan tangsi militer baru, juga membangun pabrik senjata dan meriam di banyak kota seperti di Surabaya, Semarang dan Batavia. Dan agar tentara-tentaranya dapat bergerak cepat dari satu daerah ke daerah lain maka dia membangun jalan pos yang menghubungkan ujung barat (Anjer) dengan ujung timur pulau Jawa (Panaroekan) sepanjang kurang lebih 1000 kilometer. 



Untuk membangun jalan dan semua sarana tersebut, Daendles memerlukan banyak uang. Ia mengambil jalan pintas dengan menjual tanah yang dikuasai pihak kompeni kepada swasta. Pembeli tanah tersebut akan memiliki hak penuh seperti memungut upeti, mempekerjakan penduduk dan lain sebagainya. Contoh tanah yang dijual : 15 November 1809, 9 persil (sebidang tanah dengan ukuran tertentu) di daerah Tanggerang dijual seharga 419.800 Ringgit. Pada 19 Mei 1910, 6 persil tanah di Krawang dijual kepada swasta seharga 791.000 Ringgit. Demikian juga tanah-tanah lain di kota Semarang dan Surabaya berpindah tangan ke swasta. Hasilnya selain dipakai untuk biaya pembuatan jalan juga dipakai untuk korupsi dan berpesta pora. 

Pada tanggal 30 Juni 1810, Daendles berniat untuk menjual sebidang tanah di daerah Besuki Panarukan, kepada tuan tanah yang saat itu sedang menyewanya yaitu Kapiten Han Tjan It senilai 400.000 Spanshe matten (mata uang logam perak Spanyol) yang dilakukan dalam 5 tahap dan harus lunas seluruhnya pada tanggal 1 Juli 1812.



Pada tanggal 3 Desember 1810, Daendles kembali menjual  sebidang tanah di daerah Probolinggo, suatu daerah yang berjarak tidak jauh dari Panarukan, kepada Kapiten Han Kie Ko dari Surabaya, saudara dari Kapiten Han Tjan It.  Tanah tersebut dianggap tidak menguntungkan dan hanya menghasilkan beberapa ribu Ringgit saja setiap tahunnya.
                                              
Probolinggo

Tanah di daerah Probolinggo tersebut dijual seharga 600.000 Spaanshe matten perak. Setelah melakukan nego akhirnya proses jual beli ditutup dengan harga 1 juta Ringgit (perak) dicicil dalam waktu 10 tahun, pembayaran dilakukan tiap 6 bulan sebesar 50.000 Ringgit. (Bagi teman yang mengetahui, mohon info perbandingan kurs mata uang perak Spanyol terhadap Ringgit).

Setelah transaksi disahkan, Daendles yang membutuhkan uang tersebut memerintahkan untuk membuat 1 juta Ringgit kertas yang dijamin sepenuhnya oleh pemerintah kompeni dan akan ditarik setiap 6 bulan sebesar 50.000 Ringgit begitu dia menerima pembayaran dari Kapiten Han Kie Ko. Daendles  memperkirakan cara tersebut tidak akan menurunkan nilai pembayaran, tetapi ternyata dia keliru. Peredaran kertas Probolinggo telah mengacaukan perekonomian dan menyeret kompeni ke dalam banyak permasalahan baru. 

Akhirnya Daendles dipanggil pulang dan disambut dengan megah oleh Napoleon Bonaparte, kekuasaan tanah Jawa diserahkan  kepada penggantinya Gubernur Jendral Jan Willem Janssens. Daendles ditugaskan oleh Napoleon untuk memimpin kesatuan Wurtemberg dalam penyerbuan Russia pada tanggal 22 juni 1812. Daendles meninggal di Ghana pada tanggal 8 mei 1818 akibat penyakit malaria.

Dengan demikian kertas Probolinggo yang dikeluarkan semasa pemerintahan Belanda-Perancis ini sebenarnya bukan merupakan uang seperti yang kita kenal dan kumpulkan selama ini, tetapi lebih merupakan surat berharga yang nilainya dijamin oleh pemerintah (kompeni). Karena itu jangan heran bila anda tidak menemukan kertas ini di dalam buku Standard Catalog of  World Paper Money (Pick) edisi general issues , tetapi dimasukkan ke dalam edisi specialized issues di bagian kelompok regional issued (uang daerah). 

Kertas Probolinggo terdiri dari 6 pecahan yaitu 100, 200, 300, 400, 500 dan 1000 Rijksdaalders (Ringgit) di stempel oleh Louis Napoleon (LN) dan ditandatangani 5 orang saksi atau pejabat.

Stempel Louis Napoleon (LN)

Kertas ini hanya dicetak satu sisi, berisi nominal dan keterangan dalam bahasa Belanda dan Jawa yang intinya menerangkan bahwa kertas tersebut dikeluarkan dalam jumlah satu juta Rijksdaalders dan dijamin oleh pemerintah kompeni sebesar nilai yang tertera. Bagi teman yang ahli bahasa Belanda mohon untuk membantu menerjemahkannya.



Sisi belakang hanya terdiri dari dua stempel masing2 di sisi kiri dan kanan atas bertulisan nominal dan LN.



Setelah mengetahui sejarahnya, mari kita lihat seperti apa bentuk kertas Probolinggo ini.

100 Rijksdaalders

200 Rijksdaalders 

300 Rijksdaalders

400 Rijksdaalders

500 Rijksdaalders

1000 Rijksdaalders


Satu set kertas Probolinggo terdiri dari pecahan 100, 200, 300, 400, 500 dan 1000 Rijksdaalders yang bila ditotal akan berjumlah 2500 Rijksdaalders. Karena pemerintah kompeni mengeluarkan sejumlah 1 juta Rijksdaalders maka menurut perhitungan akan terdapat 400 set. Berapa banyak yang telah ditarik kembali dan berapa banyak yang masih tersisa tentu tidak kita ketahui. Yang pasti kertas ini sangat langka dan bernilai jual tinggi. Terbukti pada lelang MPO akhir 2014 salah satu pecahan 300 Rijksdaalders terjual seharga lebih dari seperempat miliar Rupiah setelah fee. Bisa kita bayangkan berapa harga satu set lengkapnya......

Info tambahan :
1. Pecahan 300 Rijksdaalders yang terdapat di artikel ini berbeda dengan yang dilelang MPO dan ternyata keduanya berbeda juga dengan yang di KUKI. Jadi setidaknya ada 3 lembar yang masih eksis..
2. Karena diedarkan dalam jumlah dan area terbatas (hanya di daerah Probolinggo), sebagian kolektor memasukkan kertas Probolinggo sebagai uang lokal atau uang daerah.
3. Dengan tidak adanya pengaman yang memadai, kertas Probolinggo ini rentan dipalsukan. Bahkan menurut sumber yang bisa dipercaya dari beberapa kolektor di negara kita dan dari Belanda, pernah ditemukan set palsunya. Bentuknya sangat mirip, dicetak di atas kertas tua dengan kualitas yang sangat baik. Karena keterbatasan data maka sayapun tidak bisa menunjukkan perbedaannya.
  


Semoga artikel ini bermanfaat dan menambah pengetahuan kita bersama.
Tentu artikel di atas ada kekurangan atau kesalahan, silahkan kirim kritik dan saran: arifindr@gmail.com



Jakarta 5 Januari 2014
Sumber :
1. Harian Jawa Pos 22 Desember 1991 ditulis oleh Markus Sajogo SH
2. Sumbangan gambar oleh kolektor pemilik kertas Probolinggo
3. KUKI
4. Wikipedia
5. Catalogue of Paper Money of VOC, Neth Indies and Indonesia from 1782 to 1981, Johan Mevius
6. MPO
7. Wawancara dengan para pakar


   





 







   



63. Uang Permesta



PERMESTA atau Perdjoangan Semesta adalah pergolakan yang timbul akibat ketidakpuasan para petinggi tentara di Sulawesi terhadap pemerintah pusat. Penyebabnya antara lain kedekatan hubungan Sukarno dengan komunis, ketimpangan pembangunan antara pusat dengan daerah, ketidakharmonisan hubungan antara Sukarno dengan Moh Hatta dan segudang permasalahan lainnya. Karena itu Letkol Ventje Sumual bersama para pembantunya mendeklarasikan PROKLAMASI serta perumusan Piagam Perdjoangan Semesta di Makassar pada tanggal 2 Maret 1957. Peristiwa ini menimbulkan kemarahan pemerintah pusat dan  menimbulkan kejadian yang berbuntut panjang serta memakan korban yang tidak sedikit.


         P R O K L A M A S I    
            Demi keutuhan Republik Indonesia, serta
demi keselamatan dan kesedjahteraan Rakjat Indonesia
pada umumnja, dan Rakjat Daerah di Indonesia Bahagian
Timur pada chususnja,  maka dengan ini kami njatakan
seluruh wilajah Territorium VII dalam keadaan darurat perang
serta berlakunja pemerintahan militer sesuai dengan
pasal  129  Undang - Undang  Dasar  Sementara , dan
Peraturan Pemerintah No. 33 tahun 1948 dari
Republik Indonesia.

            Segala  peralihan dan penjesuaiannja dilaku-
kan dalam waktu jang sesingkat-singkatnja dalam
arti tidak ulangi tidak melepaskan diri dari Republik
Indonesia.

            Semoga   Tuhan   Jang   Maha   Esa  beserta
kita dan menurunkan berkat dan hidajatNja atas
ummatNja.-



                        Makassar,  2  M a r e t   1957.-
                        Panglima Tentara & Territorial VII

                                    tertanda

                              Letkol : H.N.V. Sumual
                                  Nrp : 15958


PERMESTA didukung banyak tokoh penting lainnya seperti Kolonel Alexander Kaliwarang, Jacob Frederick Warouw, Mayor Daan Mogot, Prof Soemitro Djojohadikoesoemo dan tentu saja pemimpin atau perdana menteri PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) yang berkedudukan di Bukittinggi Sumatera Barat,  Mr Sjafruddin Prawiranegara. Karena kedekatan hubungan dengan PRRI maka penyebutan keduanya sering digabung menjadi PRRI/PERMESTA dimana PRRI berada di Indonesia bagian barat (Sumatera) dan PERMESTA di bagian timur (Sulawesi, Maluku, NTT, NTB dan Irian Barat yang waktu itu masih dikuasai Belanda). 

Selama pemerintahannya yang cukup singkat, PERMESTA berhasil mencetak dan mengedarkan bebeapa pecahan uang kertas. Uang-uang tersebut dicetak oleh Percetakan Negara Manado dengan kualitas atau mutu yang kurang baik. Bahkan kadang-kadang karena kekurangan bahan baku, dipergunakan kertas HVS atau kertas dinas yang bergaris. Karena itu jangan heran bila anda mendapatkan uang PERMESTA dengnan beragam jenis kertas. Uang PERMESTA terdiri dari dua seri masing-masing bertahun 1958 dan 1959. Seri tahun 1958 terdiri dari 7 pecahan dan seri tahun 1959 terdiri dari 3 pecahan. Selain itu ada selembar lagi Biljet Perbendaharaan Negara senilai 5000 Rupiah dengan bunga 2%. Semua uang ini ditandatangani oleh seorang kolonel yang pernah bertugas sebagai atase militer di kedutaan besar RI di Beijing dan mempunyai kedudukan sebagai wakil Perdana Menteri PRRI/PERMESTA yaitu Kolonel Jacob Frederick Warouw.

Jacob F Warouw
Penandatangan uang PERMESTA


Pada masanya selembar pecahan Rp100 dapat dipergunakan untuk makan dan minum kopi di warung, sedangkan pecahan Rp500 masih cukup untuk membeli dua ekor ayam di pasar. Waktu itu di wilayah Indonesia lainnya masih dipergunakan uang seri kebudayaan emisi tahun 1952. Salah satu sumber yang bisa dipercaya menjelaskan bahwa PERMESTA  menguasai uang pecahan Rp100 bergambar Pangeran Diponegoro dari Bank Indonesia cabang Manado. Menariknya uang yang mereka sebut 'ketek' atau keras tersebut dikatakan memiliki prefix ZG. Dan sebagaimana kita ketahui uang kertas Rp100 emisi 1952 yang bergambar Pangeran Diponegoro dengan kertas yang keras dan memiliki prefix ZG adalah......... palsu
Menarik bukan?? 


Kita jadi bertanya-tanya apakah uang tersebut sengaja dicetak oleh pusat lalu diam-diam disetorkan ke Bank Indonesia cabang Manado untuk mengacaukan perekonomian PERMESTA. Atau sebaliknya PERMESTA yang mencetak untuk mengacaukan perekonomian pusat? Kemungkinan kedua hampir mustahil karena mutu cetakan uang tersebut sangat bagus sehingga kita saja masih sering keliru. Sedangkan kita tahu kemampuan mencetak PERMESTA sangat kurang memadai terbukti dari peninggalan uang-uangnya yang dapat kita lihat di bawah. Apalagi tujuan PERMESTA adalah untuk mengkritik dan membangun Indonesia agar menjadi lebih baik, bukan untuk menghancurkannya.
Yang berikutnya, kebanyakan uang dengan prefix ZG seringkali ditemukan dalam kondisi sangat bagus, bahkan ada yang berurutan nomor serinya, sangat berbeda jauh dengan ORI palsu yang justru kebanyakan ditemukan dalam keadaan kucel dan kumuh.  Hal tersebut menandakan kalau uang dengan prefix ZG tidak sempat digunakan. Aneh juga ya, sudah cape-cape bikin palsunya dengan jumlah banyak tapi tidak sempat dipakai, jadi tujuan sebenarnya apa ya.....??  


Rp100 Pangeran Diponegoro emisi 1952 palsu, 2 lembar UNC dan urut nomor 
Perhatikan prefixnya ZG

  
Ketika terjadi pemutusan hubungan dengan pusat maka pemerintah pusat menyatakan bahwa uang kertas seri ini  tidak berlaku lagi. Pecahan Rp100 Pangeran Diponegoro emisi 1952 ditarik dari peredaran tanggal 15 Desember 1960 dan digantikan pecahan Rp100 emisi 1957 bergambar tupai. Menurut website Museum BI dari semua pecahan seri binatang 1957, pecahan Rp100 tupai merupakan yang pertama kali diedarkan yaitu tanggal 24 Juni 1958. Pecahan lainnya baru diedarkan sekitar tahun 1959.  Apakah penarikan pecahan Rp100 emisi 1952 ini sekaligus peredaran lebih awal pecahan penggantinya sedikit banyak ada hubungannya dengan peristiwa PERMESTA? Ataukah akibat banyaknya pemalsuan? Atau bisa juga memang sudah saatnya diganti? Mungkin kita tidak akan pernah tahu jawabannya.

Selain uang kertas, PRRI/PERMESTA juga mengeluarkan satu set perangko yang terdiri dari 4 pecahan. Perangko yang dicetak di Taiwan ini menunjukkan bahwa PERMESTA mendapat dukungan dari berbagai negara asing. Ternyata memang benar dan bukan rahasia lagi kalau dinas rahasia Amerika Serikat (CIA) berada dibelakang peristiwa ini. 

Perangko PRRI/PERMESTA

Singkat cerita, presiden Sukarno yang merasa wibawanya digerogoti mengirimkan pasukan untuk menyerang PERMESTA. Pertempuran sengitpun terjadi, satu demi satu daerah kekuasaan PERMESTA di Sulawesi Utara dan Tengah jatuh ketangan TNI. Korban di kedua pihak berjatuhan termasuk wakil Perdana Menteri sekaligus penandatangan uang, Jacob F Warouw yang peristiwa kematiannya masih diselimuti misteri. 
Sampai akhirnya pada tanggal 4 April 1961 PERMESTA memutuskan untuk bergabung kembali dengan pemerintah pusat. Berikut surat pernyataan penghentian tindak permusuhan yang ditandatangani di Minahasa.  

  1. Setelah membatja seruan Menteri Keamanan Nasution/KSAD tertanggal 3 Maret 1961;
  2. Mengingat keputusan terachir dari putjuk pimpinan Angkatan Perang Revolusioner;
  3. Menimbang, bahwa persengketaan antara kita dengan kita jang telah berlangsung selama 3 tahun ini, telah meminta pengorbanan jang tidak terhingga dari rakjat Indonesia pada umumnja dan rakjat Sulawesi Utara dan Tengah pada chususnja sehingga kami telah sampai pada kesimpulan bahwa keadaan sematjam ini tidak dapat dibiarkan terus;
  4. Demi untuk keselamatan dan kesentosaan bangsa Indonesia, rakjat dan daerah Sulawesi Utara/Tengah chususnja, persengketaan tersebut perlu segera dihentikan. Maka oleh karenanja dengan ini menjatakan bahwa mulai tanggal 4 April 1961, kami dengan seluruh pasukan dan rakjat Permesta jang berada dalam lingkungan pimpinan kami telah kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi;
  5. Segala persoalan jang timbul sebagai akibat daripada penghentian persengketaan ini, akan diatur oleh jang diwajibkan untuk itu oleh pemerintah RI;
  6. Semoga Tuhan Jang Maha Esa melimpahkan rahmat, hidajat serta taufikNja atas kita sekalian.

Ditempat, 4 April 1961
Panglima KDMSUT
(D.J. Somba)  



Dengan keputusan Presiden RI no 322 tahun 1961. Pemerintah memberikan amnesti dan abolisi kepada para pengikut gerakan PERMESTA, para anggotanya yang sebelumnya memiliki kedudukan di TNI dikembalikan ke jabatan semula. Indonesiapun kembali damai sampai tidak lama kemudian terkoyak kembali dalam peristiwa G30S PKI. 
Banyak perdebatan yang menyatakan bahwa gerakan PRRI/PERMESTA bukan merupakan pemberontakan tetapi justru koreksi terhadap pemerintah pusat. Bahkan ada wacana untuk memberikan gelar pahlawan kepada Mr, Sjafruddin Prawiranegara yang pernah menjadi Perdana Menteri PRRI/PERMESTA. Kita tunggu saja hasilnya.



Sekarang mari kita lihat seperti apa uang kertas seri PERMESTA.

Seri tahun 1958
Terdiri dari pecahan 5, 10, 25, 50, 100, 500 dan 1000 Rupiah


Pecahan 5 Rupiah
Walaupun merupakan pecahan terkecil tetapi sangat sulit ditemukan, saya sedang mengusahakan gambarnya, untuk sementara digunakan gambar dari KUKI. Dari beberapa kolektor uang daerah tidak ada satupun yang memiliki pecahan ini, bahkan KUKI saja menampilkan yang berkualitas kurang baik. Dapat kita bayangkan kelangkaannya.



Pecahan 10 Rupiah
Berwarna merah dengan dasar bertulisan PEMERINTAH REVOLUSIONER RI berwarna hitam. Nomor seri terdiri dari 2 huruf dan 5 angka yang berwarna merah.


Pecahan 25 Rupiah
Semua pecahan bentuknya sangat sederhana, tanpa gambar atau pengaman yang memadai. Satu-satunya pengaman yang dipergunakan adalah kode kontrol pada nomor serinya. Tetapi karena kekurangan bahan maka sampai saat ini belum ada yang mengetahui rahasianya. Pecahan 25 Rupiah keatas masih mungkin ditemukan dalam kondisi baik.




Pecahan 50 RUPIAH
Berwarna hijau dengan latar belakang kuning. Polanya mirip dengan pecahan-pecahan lain, demikian juga nomor serinya yang terdiri dari 2 huruf 5 angka yang juga berwarna hijau.




Pecahan 100 Rupiah
Pecahan berwarna merah dengan dasar kuning ini memiliki ukuran terbesar, lebih besar dari 2 pecahan diatasnya. Nomor seri juga terdiri dari 2 huruf 5 angka yang warnanya sama yaitu merah.



Pecahan 500 Rupiah
Tulisan berwarna biru tua dengan latar belakang merah. Pola dan susunan juga mirip dengan pecahan lainnya. Nomor seri terdiri dari 2 huruf 5 angka.



Pecahan 1000 Rupiah
Polanya berubah tidak sekaku  yang lain karena terdapat lingkaran-lingkaran yang berisi nominal. Perhatikan tanda tangan ada di bagian depan uang, berbeda dengan pecahan lainnya. Warnanyapun ada 3 macam, merah dan hijau dengan latar belakang kuning. Nomor seri 2 huruf 5 angka.





Seri tahun 1959
Terdiri dari pecahan 500, 1000 dan 5000 Rupiah


Pecahan 500 RUPIAH
Bagian dasar berwarna coklat tua dengan kombinasi hijau. Tulisan hitam dengan nomor seri terdiri dari 2 huruf 5 angka.



Pecahan 1000 Rupiah
Berwarna hijau dengan kombinasi kuning. Lingkaran yang ada pada seri tahun 1958 diganti kembali dengan bentuk kotak-kotak sehingga menjadi terlihat kaku. Nomor seri terdiri dari 2 huruf dan 5 angka.





Pecahan 5000 Rupiah
Merupakan pecahan terbesar, berwarna dasar hijau tua dengan tulisan hitam. Nomor seri masih sama dengan yang lain yaitu 2 huruf 5 angka. Perhatikan bagian belakang terdapat gambar burung garuda yang sangat kasar sekali, tetapi setidaknya menggambarkan bahwa PRRI/PERMESTA tidak meninggalkan Garuda Pancasila sebagai lambang negara Indonesia.



Keterangan :
1.Semua pecahan tidak memiliki tanda air
2.Kertas yang digunakan tidak sama, ada yang tipis, tebal, putih atau kekuningan
3.Warna uang juga tidak standard lihat contoh di bawah




4.Pecahan terkecil (5 Rupiah) justru merupakan pecahan yang paling sulit ditemukan.
5.Seri ini dikelompokkan sebagai uang daerah atau tepatnya sebagai uang pemberontakan bersama-sama dengan uang PRRI (akan dibahas pada kesempatan lain), RMS dan Republik Islam Indonesia (RII).



Selain uang-uang di atas, PERMESTA mengeluarkan juga biljet perbendaharaan negara senilai 5000 Rupiah. dengan bunga 2% setahun. Dikeluarkan tanggal 1 Mei 1959 dan berlaku sampai dengan 30 April 1960. Walaupun bentuknya sangat sederhana tetapi biljet ini cukup sulit ditemukan.




Uang PERMESTA beredar tidak lama, hanya sekitar 2-3 tahun saja. Tidak jelas nasib uang-uang tersebut setelah PERMESTA kembali ke pangkuan ibu pertiwi. Apakah uang ini ditarik dan dapat ditukarkan dengan pecahan uang terbitan Bank Indonesia atau didiamkan saja tanpa ada tindak lanjutnya, atau bisa juga dimusnahkan oleh pemerintah pusat karena dianggap uang pemberontak. Apapun yang terjadi, walaupun mutu dan kualitasnya sangat tidak baik, uang-uang ini merupakan saksi bisu salah satu peristiwa pergolakan terbesar yang pernah ada di tanah air kita.
Mari kita lestarikan sekarang juga, karena kalau bukan kita, siapa lagi..........?? 
Apakah harus menunggu uang ini punah?




Jakarta 25 Januari 2014
Kritik dan saran hubungi arifindr@gmail.com

Sumber :
1. KUKI
2. Website permesta8m.net
3. Koleksi teman-teman yang khusus mengumpulkan uang daerah






64. Tanda Air Ganda

Kita semua pasti pernah melihat atau mengetahui uang yang satu ini......
 1000 Rupiah Sukarno1 emisi tahun 1960. Uang berwarna hijau dan berukuran 171 x 87 mm ini menampilkan gambar Sukarno di bagian depan dan sepasang penari Bali di bagian belakang. Mulai diedarkan tanggal 20 Februari 1967 dan ditarik tanggal 1 S122eptember 1971. 

Uang ini memiliki 2 variasi tanda air yaitu 
1. Sukarno, dicetak oleh Thomas De La Rue dengan nomor seri terdiri dari 4 angka
    Dapat dibagi lagi menjadi :    
    a. 1 huruf
    b. 2 huruf
    c. 3 huruf 
2. Kepala banteng, dicetak oleh Pertjetakan Kebajoran dengan nomor seri terdiri dari 6 angka.  
    Variasi tanda air kepala banteng merupakan cetak ulang dan diedarkan sekitar tahun 1968.


1000 Rupiah 1960 dengan tanda air kepala banteng


Tanda air kepala banteng pada uang yang 'normal' semestinya hanya ada satu dan terletak tepat di tengah kertas. Perhatikan gambar di bawah:

Tanda air kepala banteng pada uang yang 'normal'


Tetapi pada uang ini, kepala banteng ditemukan 2 buah.....
Satu yang utuh terletak di sisi kanan bergeser jauh ke kanan dari tempat seharusnya dan satu lagi yang terpotong setengah terletak di tepi kiri uang. Benang pengaman juga ikut-ikutan bergeser ke sisi kanan.

Tanda air kepala banteng ada 2 buah


Agar lebih jelas, mari kita perbesar gambarnya

Tampak jelas kalau uang ini memiliki lebih dari satu kepala banteng


Mengapa hal seperti ini bisa terjadi?
Mari kita melakukan eksperimen untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Sebelum uang dicetak, tentu kertasnya harus sudah siap terlebih dahulu. Kertas yang siap cetak (dalam bentuk plano) pasti sudah memiliki benang pengaman dan tanda air. Karena tanda air kepala banteng seri Sukarno juga terdapat pada pecahan yang berukuran lebih kecil yaitu 5 Rupiah maka saya menduga kalau kertas yang dipergunakan pada pecahan 5 Rupiah tersebut juga dipakai untuk pecahan 1000 Rupiah. 
Untuk jelasnya mari kita buktikan bersama. Mari kita urutkan 2 pecahan 5 Rupiah bertanda air kepala banteng dengan 2 lembar pecahan 1000 Rupiah bertanda air sama, satu yang 'normal' dan satu yang sedang kita bahas. Mari kita lihat hasilnya:

    

Ternyata letak benang pengaman dan tanda air kepala banteng memang segaris dan cocok dengan pecahan 5 Rupiah yang dijadikan satu. Berarti asumsi kita bahwa kertas uang yang dipergunakan pada pecahan 1000 Rupiah memang benar milik pecahan 5 Rupiah. Tetapi karena ukuran kedua uang tersebut sangat berbeda, ada kesan dipaksakan (mungkin sisa kertas pecahan 5 Rupiah masih banyak atau untuk menghemat bahan) sehingga terjadilah ketidaktepatan letak tanda air. 
Mungkin bagi pihak yang mencetak hal tersebut tidak terlalu dipermasalahkan, mereka berpendapat 'yang penting ada tanda airnya.' Tetapi untuk kalangan pecinta uang kuno kejadian ini tidak bisa dianggap angin lalu begitu saja, kejanggalan sekecil apapun bisa berdampak besar dan dapat merubah data di katalog yang pada akhirnya akan mempengaruhi harga.  





Jakarta 12 Maret 2014
Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Hendripova dari Mojokerto yang telah berkenan menyumbangkan bahan untuk artikel ini.

Kritik dan saran hubungi arifindr@gmail.com


  




  







   









65. Wayang 5 Gulden (bagian 1)

Kita semua pasti mengetahui uang ini, De Javasche Bank seri wayang pecahan 5 Gulden. Diterbitkan pertama kali tanggal 23 April 1934 dan memiliki 3 variasi tanda tangan yaitu :
a. Praasterink - Buttingha Wichers
b. JC van Waveren - Buttingha Wichers
c. RE Smits - Buttingha Wichers

Gambar utama menampilkan sesosok penari wayang Jawa (Javanese dancer) sedangkan bagian belakang terdapat lingkaran-lingkaran konsentris yang diapit 4 text undang-undang dalam bahasa Belanda, Jawa, Mandarin dan Arab.

Pecahan 5 Gulden seri wayang


Begitu seringnya kita melihat uang ini sehingga kadang-kadang kita hanya menganggapnya sebagai 'barang biasa' yang tidak perlu diperhatikan. Kita berlomba-lomba mencari yang berkondisi baik, tebus dengan harga yang lumayan tinggi, masukkan ke album dan ...... lupakan.........



Pelukis
Setiap uang kertas pasti ada pelukisnya, untuk seri wayang ini nama pelukis tercetak dengan jelas di bagian kanan bawah sisi belakang. 


FEC merupakan singkatan dari Fecit yang artinya adalah :

fecit Latin [ˈfeɪkɪt] 
(Fine Arts & Visual Arts / Art Terms) (he or she) made it: used formerly on works of art next to the artist's name Abbreviation fec

LION CACHET FEC. artinya uang ini digambar atau dilukis oleh LION CACHET.
Siapakah orang yang bernama lengkap Mr.Carel Adolph Lion Cachet ini?



Ternyata beliau adalah seorang seniman multitalenta asal Belanda yang sangat terkenal (28 Nov 1864 - 20 May 1945).  CA Lion Cachet banyak membuat rancangan furniture, batik, karpet, poster, lukisan dan tentu saja uang kertas. Selain melukis seri wayang, salah satu maha karyanya adalah uang kertas De Nederlansche Bank pecahan 100 Gulden 1944.

Bagian depan De Nederlansche Bank 100 Gulden 1944
Perhatikan tulisan LION CACHET FEC pada sudut kanan bawah 

Bagian belakang uang tersebut, perhatikan motif lingkaran di bagian tengah

  
 Motif berupa lingkaran-lingkaran konsentris yang merupakan ciri khas CA Lion Cachet 
Bandingkan bentuk tersebut dengan pecahan 5 Gulden seri wayang (kanan)


Proses Pembuatan
Dalam merancang uang kertas, pemilihan gambar utama sangat penting. Gambar tokoh utama wayang orang pada seri ini sangat hidup dan bagus sekali, begitu bagusnya sehingga lebih mirip hasil fotografi daripada lukisan. Dan memang benar, berdasarkan penelitian pada versi artist drawing milik seorang teman kolektor, ternyata gambar wayang pada seri ini merupakan foto yang digunting dan ditempel. Baru setelah itu digabung dengan lukisan latar belakangnya. Mari kita lihat perbandingan gambar di bawah :

Lukisan tangan asli pada variasi artist drawing seri wayang.
Tampak sangat kasar dan tidak menarik karena secara logika sulit bagi seorang asing untuk bisa melukis dan menjiwai dengan sempurna karakter seorang penari wayang.



 Gambar menjadi bagus dan hidup karena dipadukan dengan hasil fotografi
Perhatikan tanggal pembuatan 29 januari 1932 atau sekitar 2 tahun sebelum uang tersebut diedarkan.


Kesimpulan dari tulisan bagian pertama ini adalah :
1. Seri wayang dibuat oleh seorang seniman terkenal asal Belanda bernama Carel Adolph Lion Cachet yang ternyata juga banyak menghasilkan karya lain berupa uang-uang kertas Belanda.
2. Gambar tokoh utama yang begitu hidup ternyata dibuat dengan bantuan teknik fotografi yang dipadukan dengan lukisan tangan


Pada bagian kedua nanti akan dibahas pandangan pak Gatot, kurator museum Bank Indonesia sekaligus pemerhati wayang tentang siapa tokoh atau karakter wayang orang pada pecahan 5 Gulden ini. Bukan sembarang karakter wayang bisa ditampilkan di kertas uang seperti misalnya Hanoman atau Semar. Nanti bisa-bisa uang kita menjadi uang uka-uka Hanoman ngamuk.................

Apa jadinya kalau uang kita bergambar Hanoman ngamuk?



QUIZZ :
Dapatkah teman-teman menebak siapa nama tokoh wayang orang  yang terdapat pada pecahan 5 Gulden?
Kirim jawaban ke email arifindr@gmail.com, bagi satu orang yang pertama menjawab dengan benar akan diberikan gratis hadiah selembar poster wayang eksklusif berukuran besar (anda hanya perlu membayar ongkos kirim).
Seorang teman dari Batam, Riau bernama Raimon Syafril telah menjawab pertanyaan tersebut dengan benar.
Selamat ya, hadiah akan segera dikirim

Poster wayang berukuran A2 




Jakarta 24 Maret 2014
Kritik dan saran hubungi arifindr@gmail.com












Sabtu, 15 November 2014

66. Wayang 5 Gulden (bagian 2)

Siapakah karakter wayang yang ditampilkan pada pecahan 5 Gulden ini?

Perancang uang seri wayang adalah CA Lion Cachet. Beliau seorang seniman terkenal asal Belanda yang juga merancang uang-uang Gulden Nederlansche Bank. Dalam merancang dan menggambar uang kertas, Lion Cachet pasti telah meneliti dan memilih tokoh wayang tertentu yang pantas ditampilkan. Tokoh wayang tersebut dipastikan bukan rekayasa dan harus dikenal oleh mayoritas masyarakat pengguna yaitu masyarakat Jawa. 

Dalam beberapa kesempatan saya sempat berbincang-bincang dengan kurator museum Bank Indonesia, pak Gatot serta orang-orang tua dari daerah Jawa yang pernah mengalami beredarnya uang ini. Dengan spontan dan yakin mereka menyebut nama seorang tokoh yang digambarkan dengan sangat mirip dan sangat baik oleh Lion Cachet. Siapakah tokoh yang dimaksud?

Menurut David Irvine (2005: 139), wayang secara garis besar dapat dibedakan menurut ukuran, bentuk, warna, dan busana yang dipakainya. Untuk perbedaan lebih lanjut dapat dilihat dari bentuk karakteristik muka, aksesoris yang dipakai, dan bentuk tangan. Hal-hal tersebut dapat menjamin bahwa tiap karakter memiliki ciri khas yang dapat dikenali dan membuatnya berbeda dengan karakter wayang lainnya.


Karakter tokoh wayang harus dilihat dari ciri-ciri yang ditampilkan :
1. Memakai sanggul menyerupai ekor kadal
2. Sanggul memakai perhiasan garuda yang menghadap kebelakang
3. Berkulit kehitaman
4. Wajah sedikit mendongak dengan mata jaitan (agak sipit seperti benang jahit) menandakan tokoh yang baik, berlawanan dengan mata telengan yang bulat besar (mirip kelereng) seperti pada tokoh ksatria atau raksasa
5. Memakai kalung putera atau kalung berbentuk bulan sabit

Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka dapat dipastikan kalau tokoh wayang tersebut adalah : RADEN SAMBA

Gambaran wayang kulit Raden Samba

Foto asli wayang orang tahun 1930an yang menggambarkan Raden Samba 
Mirip bukan? 

Raden Samba atau yang sering disebut sebagai Wisnubrata adalah seorang tokoh yang digambarkan memiliki watak yang galak, pandai bicara, bersuara nyaring, cerdik, sombong, agak pengecut dan selalu enaknya sendiri. Raden Samba merupakan anak kesayangan Prabu Kresna (Raja Dwarawati) dengan permaisuri Dewi Jembawati dan sewaktu lahir Raden Samba berwujud kera karena ternyata kakeknya Resi Jembawan adalah seekor kera. Karena itu tidak heran kalau Samba berkulit kehitaman dengan wajah sedikit monyong (walaupun demikian dia digambarkan memiliki wajah yang sangat tampan). Dia juga memiliki banyak saudara dan salah seorang adiknya ada yang kulitnya berbulu dan berekor warisan kakeknya yaitu Gunadewa.

Raden Samba tidak memiliki kesaktian, mirip seperti pecahan yang diwakilinya yang 'hanya' 5 Gulden alias biasa-biasa saja. Tetapi dia sangat pandai berbicara sehingga memikat banyak wanita, mirip juga dengan pecahan yang diwakilinya yang banyak digunakan dan dicari kebanyakan orang (ingat pecahan 5 Gulden waktu itu nilainya cukup besar bagi orang biasa, apalagi berupa kertas yang lebih mudah disimpan daripada logam sen yang berat). 

Menurut cerita Raden Samba adalah titisan Dewa Hyang Drema yang beristrikan Dewi Dremi. Mereka saling berjanji untuk berjumpa di dunia sebagai suami isteri. Dewa Hyang Drema menitis menjadi Raden Samba sedangkan Dewi Dremi menjadi Dewi Agnyanawati. Tetapi terjadi kekeliruan besar, Dewi Agnyanawati salah pilih jodoh, entah mengapa dia mengikuti Raden Bomanaraksura sebagai suaminya.

Selanjutnya entah bagaimana kedua sejoli tersebut saling bertemu, sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat maka Raden Samba ingin sekali mempersunting Dewi Agnyanawati tetapi tidak mungkin terjadi karena si dewi telah dipersunting duluan oleh Raden Boma. Samba nekad, dia berselingkuh dengan si dewi tetapi sayangnya kurang pintar, mereka ketahuan. Maka Samba ditangkap dan tubuhnya dicincang sampai hancur oleh tentara Raden Boma.

Tidak bisa menerima kalau putra kesayangannya dicincang oleh Boma maka Prabu Kresna, ayahanda Samba yang sangat sakti berhasil menghidupkan kembali sang anak dan terjadilah pertempuran terhebat yang melebihi perang dunia kedua. Apalagi si Boma memiliki kekuatan super Pancasonabumi, dimana akan hidup kembali bila jasadnya menyentuh bumi.

Setelah perang hebat yang memakan jutaan jiwa akhirnya Prabu Kresna berhasil membunuh Boma dengan memasang jaring di tubuhnya sehingga jasad Boma tidak menyentuh bumi lagi dan tewas untuk selama-lamanya. Raden Sambapun bisa hidup berdampingan kembali dengan pujaan hatinya sang Dewi Agnyanawati.

Dari cerita di atas tampak bahwa Samba adalah tokoh biasa yang karena ketampanannya serta keahliannya berbicara disukai banyak wanita, tetapi walaupun tidak memiliki kesaktian jangan berani-beraninya menghina apalagi membunuh dia karena dibelakangnya terdapat kekuatan super sang ayah yang bila perlu bisa menghidupkan kembali sang anak. Terbukti dengan munculnya wajah sang ayah pada pecahan yang lebih besar. 
Demikian ceritanya dan mengapa Lion Cachet memilih tokoh ini sebagai wakil dari pecahan 5 Gulden sangat mungkin karena pecahan ini menyerupai karakter si Samba:

Pecahan 5 Gulden adalah pecahan kecil yang biasa-biasa saja, tidak ada kesaktian tetapi disukai banyak orang. Walaupun hanya pecahan kecil, jangan dianggap remeh karena dibelakangnya ada beking sang ayah (dalam hal ini mungkin De Javasche Bank atau pecahan-pecahan yang lebih besar) yang memiliki kesaktian luar biasa yang siap membela dan bertempur  dengan siapa saja yang mengganggu ketentraman sang putra. 

Bagaimana menurut teman-teman? 
Ternyata betapa besar makna yang dikandung pecahan ini. Bukan hanya gambarnya saja yang indah tetapi pemilihan tokohnyapun tidak sembarangan. Walaupun hanya pecahan terkecil tetapi benar-benar merupakan sebuah mahakarya, dapat dibayangkan bagaimana dengan pecahan besarnya.
Karena itu tidak heran uang ini menjadi primadona dan sangat digemari oleh setiap kolektor lokal maupun mancanegara. 
Bravo Lion Cachet, bravo numismatik Indonesia.

Jakarta 21 April 2014
Terima kasih kepada pak Gatot serta berbagai narasumber lainnya. 
Juga terima kasih kepada para teman yang telah berpartisipasi dan mengirimkan ratusan email tentang siapa tokoh wayang pada uang pecahan 5 Gulden ini.
Bila ada komentar atau pendapat, silahkan kirim melalui email arifindr@gmail.com