Minggu, 16 November 2014

7. Rp.10 Seri Kebudayaan 1952

Cerita kita kali ini masih berhubungan dengan seri Kebudayaan 1952. Setelah membaca Info Uang Kuno 6 yang lalu tentang pecahan 5 rupiah 1952, maka pembahasan akan dilanjutkan dengan pecahan 10 rupiah.



Pecahan 10 rupiah seri kebudayaan 1952


Pada katalog KUKI baik edisi 1, 2 maupun ke 3 dijelaskan bahwa bagian depan dari pecahan 10 rupiah 1952 bergambar Patung Ken Dedes/Statue of Ken Dedes. Sebutan yang sama juga dicantumkan di situs museum Bank Indonesia.


Menurut sejarah Ken Dedes adalah permaisuri Ken Arok pendiri kerajaan Singhasari. Tradisi lokal menyebutkan bahwa dia adalah perempuan yang memiliki kecantikan luar biasa, perwujudan kecantikan yang sempurna. Patung Prajnaparamita yang ditemukan di dekat reruntuhan Singhasari dipercaya sebagai perwujudan Ken Dedes. Saat ini patung tersebut disimpan di museum Nasional Indonesia.



Patung Ken Dedes


Setelah kita melihat sedikit latar belakang dan gambar dari Ken Dedes, lalu timbul pertanyaan di benak kita, apakah memang gambar tersebut yang dicantumkan di uang kertas pecahan 10 rupiah? Adakah kemiripan antara keduanya?


Lalu bukalah buku katalog World Paper Money jilid kedua, disana dikatakan bahwa gambar muka pecahan ini adalah : statue of goddes (patung dewi). Demikian juga di katalog Johan Mevius : statue of god (patung dewa). Lalu timbul pertanyaan apakah Ken Dedes adalah dewi? Jawabnya tentu saja bukan, karena dia ada dalam kisah sejarah sebagaimana yang tertulis di dalam kitab pararaton, sebuah kitab sastra yang ditulis dalam bahasa Jawa Kawi yang berisi cerita tentang raja2 Singhasari dan Majapahit. Karena berisi tentang cerita raja2 maka kitab ini juga dikenal sebagai Pustaka Raja.


Lalu bila Ken Dedes bukan seorang dewi, mengapa di katalog lainnya ditulis sebagai goddes atau god (penulisan g dengan huruf kecil yang berarti dewa)? Adakah kesalahan interpretasi disini? Siapakah yang benar, KUKI atau katalog lainnya?


Coba kita perhatikan gambar dari uang tersebut, perhatikan perbedaannya dengan gambar patung Ken Dedes yang di atas. Apakah berbeda?


Gambar patung pada uang kertas Rp.10 (1952)


Jawabannya adalah: serupa tetapi tidak sama.


Keduanya sama2 seorang perempuan, berwajah cantik, bersila dan memakai mahkota. Perbedaannya jelas bahwa tangan kiri patung pada uang kertas memegang tanaman seperti padi sedangkan tangan pada patung Ken Dedes pada posisi semedi.

Kalau begitu dapat diambil kesimpulan sementara bahwa gambar patung di uang kertas sangat mungkin bukan Ken Dedes. Bila demikian, siapakah dia?
Melihat dari tulisan di katalog Mevius dan Pick yang menyatakan bahwa gambar tersebut adalah seorang dewi, maka di benak kita akan terlintas nama satu dewi yang sangat terkenal, yang merupakan dewi pelindung para petani, yaitu Dewi Sri.

Setelah mencari gambar2 mengenai Dewi Sri, saya menemukan satu gambar yang merupakan koleksi museum Tropen di Amsterdam Belanda. Inilah gambarnya:

Patung Dewi Sri koleksi museum Tropen


Dengan melihat gambar di atas, dapat diambil kesimpulan dengan pasti bahwa gambar patung di uang kertas pecahan 10 rupiah 1952 BUKAN Ken Dedes melainkan gambar patung DEWI SRI. Apalagi bila dilihat dari segi kebudayaan di tanah air kita dimana banyak sekali daerah2 yang masih memuja Dewi Sri, terutama di daerah Jawa dan Bali. Kesimpulan ini diperkuat lagi dengan gambar di bagian belakang uang kertas tersebut yang bergambar corak kebudayaan Bali.




Bagian belakang uang kertas Rp.10 (1952)
Perhatikan gambar singa bersayap yang terdapat di sisi kiri dan kanan uang kertas.

Gambar singa bersayap
Gambar singa bersayap tersebut banyak ditemukan di candi dan pura di daerah Jawa dan Bali. Menurut cerita mahluk mitos penghuni kahyangan ini diletakkan di depan pintu gerbang candi/pura dan berfungsi sebagai penjaga.


Bahkan karena populernya singa bersayap ini sampai dibuat menjadi berbagai macam kerajinan tangan/ cedera mata:

Ukiran singa bersayap


Corak singa bersayap pada batik



Ada suatu daerah di kabupaten Buleleng, Bali bagian Utara yang menggunakan singa bersayap sebagai lambang ibukotanya yang bernama Singaraja. Arti dari lambang ini dapat dilihat di situs: www.bulelengkab.go.id


Lambang kota Singaraja


Dari cerita di atas dapat diambil sedikit kesimpulan bahwa perancang uang kertas ini ingin memasukkan unsur kebudayaan masyarakat Indonesia khususnya Jawa dan Bali ke dalam uang tersebut. Di bagian muka terdapat gambar dewi Sri yang banyak di puja oleh masyarakat petani dan di bagian belakang menggambarkan singa terbang yang merupakan hewan mitos pelindung bumi nusantara. Bagaimana dengan kesimpulan tersebut, apakah teman2 sekalian setuju?


Selesaikah cerita kita?
Dari 2 pecahan yang telah dibahas, pada keduanya terdapat binatang-binatang sebagai berikut:
Pecahan Rp.5 terdapat gambar sepasang burung (di bagian depan atas) dan sepasang ular (di bagian belakang bawah).
Pecahan Rp.10 terdapat gambar sepasang singa bersayap.


Demikian juga pada pecahan2 lainnya:
Pecahan Rp.25 terdapat banyak gambar ikan dan burung
Pecahan Rp.50 terdapat gambar sepasang burung dan sepasang ular
Pecahan Rp.100 terdapat gambar singa terbang dan sepasang burung
Pecahan Rp.500 terdapat gambar seekor burung, dan akhirnya
Pecahan Rp.1000 terdapat juga gambar seekor ular dan burung.
Apakah gambar hewan2 tersebut (terutama burung dan ular) memang sengaja dimasukkan ke dalam seri ini? Apakah ada maksud tertentu? Apakah hewan2 ini yang memberikan kaitan antara masing2 pecahan?


Selain pertanyaan2 di atas ada lagi pertanyaan penting yaitu mengapa hanya pecahan 5 rupiah saja yang mempunyai variasi 1 huruf sedang yang lainnya tidak? Apakah memang sengaja dibuat demikian atau variasi 1 huruf pecahan2 lainnya belum ditemukan? Sepertinya cerita kita belum selesai, dan tidak akan pernah selesai. (Bersambung)



Jakarta 27 Desember 2009
Kritik dan saran hubungi arifindr@gmail.com
.
.
.

Sumber:
- KUKI
- Katalog Pick dan Mevius
- Website museum Bank Indonesia
- Website Wikipedia
- Website Tropenmuseum
- Website kabupaten Buleleng
- koleksi pribadi

8. Variasi Satu huruf

Masih menyangkut seri kebudayaan, sekarang pembahasan kita mengenai variasi satu huruf pada pecahan Rp.5. Tentunya banyak diantara kita yang bertanya-tanya, mengapa di KUKI terdapat jenis-jenis uang tertentu yang mempunyai variasi satu huruf sedangkan jenis-jenis lainnya tidak.

Uang2 kertas yang memiliki variasi satu huruf adalah :
1. Pecahan 5 rupiah 1952
2. Seri binatang 1957 (semua pecahan kecuali 10 dan 25)
3. Seri bunga 1959 (semua pecahan)
4. Seri Sukarno 1960 pecahan 25, 50, 500 dan 1000 rupiah

Silahkan lihat gambar


Pecahan 5 rupiah 1952 terdapat variasi 1 hurufnya




Hampir semua seri binatang 1957 mempunyai variasi satu huruf




Semua pecahan pada seri bunga 1959 juga mempunyai variasi satu huruf




Beberapa pecahan pada seri Sukarno 1960 juga mempunyai variasi satu huruf yaitu pecahan 25, 50, 500 dan 1000 rupiah.



Sekarang kita lihat apa yang ditulis di katalog 'World Paper Money' (katalog Pick)



Ternyata pada katalog Pick tidak ditemukan penjelasan mengenai variasi satu huruf dari pecahan 5 rupiah seri kebudayaan. Di sana hanya dijelaskan sebagai: 1952. Gray-blue. R. Kartini at l (left). Jadi secara ringkas katalog Pick hanya menganggap bahwa pecahan ini terdiri dari satu jenis saja. Sedangkan pecahan 10 dan 25 rupiah yang di KUKI dibedakan menjadi 3 variasi, pada Pick hanya dibedakan menjadi 2 jenis.


Sebagai seorang kolektor tentu kita akan bertanya-tanya:
1. Mengapa terdapat perbedaan antara KUKI dengan Pick?
2. Mengapa ada uang-uang tertentu yang mempunyai variasi satu huruf?
3. Mengapa variasi ini jauh lebih sukar didapatkan dibandingkan variasi 3 huruf?


Yang lebih mengherankan mengapa pada satu seri seperti pada seri kebudayaan hanya pecahan 5 rupiahnya saja yang mempunyai variasi satu huruf? Mengapa pecahan-pecahan lainnya tidak memiliki variasi tersebut?


Sekarang coba kita perhatikan apa nama percetakan dari semua uang kertas yang mempunyai variasi 1 huruf: Ternyata cuma satu nama yaitu Thomas De La Rue (TDLR).
Percetakan lain seperti Percetakan Kebayoran, Johan Enschede dan Peruri tidak memiliki variasi satu huruf. Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa sistem penomoran pada masing2 percetakan TIDAK SAMA. Nah, menurut logika bila ada variasi satu huruf berarti variasi tersebut yang pertama digunakan, dimulai dari satu huruf A, sebanyak 5 angka (99999) lembar, lalu disusul B sebanyak 99999 lembar dan seterusnya sampai Z. Bila benar maka variasi satu huruf dari A sampai Z diasumsikan akan ada sebanyak 24 abjad (mungkin I dan X tidak dipakai) dikali masing2 99999 (genapkan saja menjadi 100000) menghasilkan angka 2.400.000 lembar.

Kalau perhitungan di atas dianggap benar maka variasi 1 huruf bukanlah barang langka, karena ada sekitar 2,4 juta lembar. Kenyataannya variasi tersebut jauh lebih sedikit dan sangat sulit ditemukan. Dengan demikian asumsi kita yang menyatakan bahwa variasi satu huruf adalah yang pertama kali dicetak adalah TIDAK BENAR.

Kalau begitu apa dan mengapa ada variasi satu huruf?

Variasi satu huruf yang hanya ditemukan pada percetakan TDLR sebenarnya adalah SERI PENGGANTI. Para ahli numismatik memperkirakan bahwa variasi satu dan mungkin dua huruf sebenarnya tidak pernah dicetak secara banyak. Variasi ini digunakan bila terjadi kesalahan pada variasi tiga huruf yang resmi diedarkan. Jadi sebenarnya variasi 1 huruf (dan mungkin juga 2 huruf) setali tiga uang dengan variasi huruf X pada percetakan Peruri.

Dengan demikian dapat dimengerti mengapa pada katalog Pick tidak dicantumkan variasi satu huruf, karena sebenarnya variasi ini adalah seri pengganti.

Sekarang kita sudah bisa menjawab pertanyaan di bawah ini:


1. Terdapat perbedaan tentang variasi satu huruf pada KUKI dan Pick.
Mana yang benar KUKI atau Pick?
a. KUKI
b. Pick
c. Keduanya benar
d. Keduanya salah

Jawabannya adalah c (keduanya benar). Pick hanya mencantumkan variasi percetakannya sedangkan KUKI mencantumkan variasi seri penggantinya.


2. Kenapa hanya pecahan Rp.5 (1952) saja yang ada variasi satu hurufnya?
a. Pada pecahan lain variasi satu hurufnya sebenarnya ada tetapi belum ditemukan
b. Pecahan 5 terbanyak dicetak sehingga diperlukan variasi satu huruf
c. Percetakannya berbeda
d. Semuanya salah

Jawabannya adalah c (percetakannya berbeda), telah diterangkan diatas bahwa hanya pecahan 5 rupiah 1952 saja yang dicetak oleh TDLR, yang lainnya bukan.


3. Apa artinya variasi satu huruf?
a. Sebagai uang yang pertama dicetak, contohnya A sampai Z dulu, setelah habis terpakai baru dicetak variasi 2 huruf (AA-ZZ) dan setelah itu baru tiga huruf.
b. Terbalik dari di atas, pertama 3 huruf dulu, lalu 2 huruf, dan terakhir baru 1 huruf
c. Tidak mengikuti aturan tertentu
d. Bukan salah satu di atas

Jawaban yang benar adalah d (bukan salah satu di atas) karena variasi satu huruf adalah seri pengganti.


Sekarang kita semua sudah mengetahui, bahwa variasi satu huruf pada percetakan TDLR sebenarnya adalah seri pengganti. Tetapi tidak semua uang yang dicetak TDLR mempunyai variasi satu huruf, contohnya adalah seri RIS dan pecahan 500 rupiah 1958. Kedua uang kertas ini dicetak oleh TDLR tetapi tidak mempunyai variasi satu huruf. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut apakah variasi penggantinya pada uang2 tersebut.

Untuk percetakan2 lain seperti PERURI kita tahu bahwa variasi pengganti memakai huruf X, bagaimana dengan percetakan2 lain seperti Johan Enschede yang mencetak uang wayang dan seri kebudayaan lainnya? Kalau bukan satu huruf lalu apakah seri pengganti yang dipakai oleh percetakan tersebut?


Kita bahas lain kali.


Kesimpulan info uang kuno kali ini:
1. Variasi satu huruf sebenarnya adalah seri pengganti
2. Percetakan yang memakai cara ini adalah Thomas De La Rue




Kritik dan saran harap hubungi arifindr@gmail.com

9. Investasi di bidang Numismatik

Kali ini kita akan membahas pertanyaan yang sering diajukan teman2 semua :
Apakah numismatik merupakan lahan investasi yang menarik?

Untuk bisa menjawab pertanyaan itu perlu ditinjau dari banyak sudut pandang.



Pertama dari sudut pandang si kolektor, ada sebagian kolektor yang dalam mengumpulkan barang2nya tidak terlalu peduli soal investasi. Yang penting 'hepi' wong barang2 miliknya tidak untuk dijual lagi kok. Jadi buat apa pikirin kenaikan atau penurunan harga? Kalau sudah demikian tentu kita engga bisa berkomentar banyak. Tipe kolektor inilah yang bisa disebut kolektor sejati. Cukup banyak kolektor-kolektor yang termasuk golongan ini, mereka hanya mengoleksi untuk kesenangan. Yang penting lengkap, tidak peduli soal lainnya.



Ada juga kolektor yang sifatnya memilih, misalnya hanya mengumpulkan uang2 yang menurut pendapatnya mempunyai prospek yang cerah, yang mungkin akan mengalami kenaikan harga yang signifikan. Tipe kolektor ini sering disebut investor dan selalu berburu barang2 tertentu, membeli dan menumpuknya serta menjualnya kembali ketika harga naik. Jangan heran bila kolektor tipe ini memiliki ratusan bahkan ribuan lembar uang kuno hanya dari satu jenis uang saja. Saya mengetahui ada kolektor yang memiliki setidaknya 200 lembar uang macan dalam bentuk gepokan UNC.



Tipe kolektor yang lain adalah tipe penjual, beli lalu jual. Tidak usah lama2 di tangan, untung sedikit gak masalah yang penting sudah pernah lihat barangnya.



Selanjutnya ada juga tipe kolektor gabungan, yaitu mengoleksi sekaligus menjual. Pertama kumpulkan dulu, bila ada yang dobel baru dijual. Sering disebut sebagai kolekdol (kolektor sekaligus dodolan/jualan).



Yang manapun tipenya, seharusnya seorang kolektor mengetahui secara pasti harga yang pantas untuk barang2 koleksinya. Baik waktu dia membeli maupun menjualnya. Untuk itu diperlukan pengetahuan yang mendalam tentang investasi dibidang numismatik.
Sebenarnya saya bukan pakar dalam bidang ini, tetapi saya akan membagi sedikit pengetahuan dan pengalaman pribadi saya yang mungkin bermanfaat bagi teman2 semua, untuk itu bila ada saran atau kritik mohon disampaikan secara terbuka.



Pada tahun 2004 harga selembar uang pecahan 5 rupiah 1957 (orangutan) var 3 huruf kondisi UNC sekitar Rp.125.000. Saat ini tahun 2010 harga uang yang sama sudah sekitar Rp.350.000. Berarti uang tersebut sudah mengalami kenaikan harga sekitar 180% dalam waktu 6 tahun. Atau bila dirata-ratakan adalah 30% pertahun.
Bagaimana menurut pendapat teman-teman? Luar biasa bukan?



Sekarang kita ambil contoh uang yang lain. Yaitu pecahan 5 rupiah 1968 (seri Sudirman) yang pada tahun 2004 berharga Rp.15.000 perlembar UNC. Tahun 2010 ini uang yang sama bernilai sekitar Rp.25.000, berarti mengalami kenaikan harga sebesar 66% atau sekitar 11% pertahun.
Nah, bagaimana menurut pendapat teman2 dalam hal yang satu ini. Apakah masih menggiurkan?



Terakhir kita ambil contoh uang pecahan 1/2 roepiah Dai Nippon tahun 1943 yang pada tahun 2004 berharga Rp.50.000 perlembar UNC dan pada tahun 2010 juga masih berharga Rp.50.000 perlembar UNC. Berarti uang ini tidak mengalami kenaikan harga samasekali. Bahkan bila dihitung dengan memakai rumus inflasi dsb, berarti uang ini malah menyusut nilainya.



Dari contoh2 tersebut di atas dapat diambil kesimpulan sementara bahwa uang2 jenis tertentu akan mengalami kenaikan harga yang lebih banyak dibandingkan uang2 jenis lainnya. (Rumus 1)




Sekarang kita lihat dari sudut kualitas. Untuk uang 5 rupiah 1957 (orangutan) kualitas EF mengalami kenaikan harga dari Rp.75.000 (2004) menjadi Rp.150.000 (2010) atau sekitar 100% dalam waktu 6 tahun. Bandingkan dengan yang UNC mengalami kenaikan harga 180%. Jadi kesimpulan kedua kita adalah: Uang2 berkondisi UNC akan mengalami kenaikan harga yang lebih besar bila dibandingkan kondisi dibawahnya. (Rumus 2)



Selanjutnya kita akan melihat sudut yang lain lagi yaitu sudut pandang suku bunga. Misalkan saja bunga bank/deposito dianggap 10% pertahun. Maka uang yang kita beli seharga 1 juta rupiah di tahun 2004 seharusnya bisa kita jual 60% lebih tinggi di tahun 2010, belum lagi bila dihitung dengan rumus bunga berbunga. Berarti uang kita tersebut harus dijual diharga minimal 1,6 juta rupiah baru impas (belum untung loh). Bila kita jual di bawah harga tersebut maka kita akan rugi. Karena itu harus diperhatikan juga rumus 3 yaitu rumus suku bunga.



Jadi bila anda membeli uang dengan harga 1 juta rupiah di bulan Januari 2010 dan anda berencana melepasnya, maka perhatikan harga impasnya :
Minimal di harga 1,1 juta bila ingin menjualnya setelah disimpan selama 1 tahun
Minimal di harga 1,2 juta bila ingin menjualnya setelah disimpan selama 2 tahun, dst
Perlu dipertimbangkan mana yang lebih besar, kenaikan harga uang tersebut atau inflasi yang ada. Bila lebih besar inflasinya, maka anda akan rugi.



Nah, sekarang kita sudah memiliki 3 rumus:
1. Jenis2 tertentu mengalami kenaikan harga lebih tinggi
2. Kondisi UNC mengalami kenaikan lebih banyak
3. Perhatikan inflasi dan suku bunga




Berdasarkan rumus2 tersebut anda dapat membuat perhitungan sederhana dari barang2 yang anda miliki. Semakin lama barang tersebut anda tahan, semakin besar cost yang harus dibayar. Semakin cepat barang tersebut berpindah tangan alias dijual semakin besar keuntungan yang didapatkan. Demikian juga dengan kualitas dan jenis barangnya, semakin bagus dan langka akan semakin cepat meningkat harganya.

Saya berikan contohnya


Beli gajah 1000 rupiah 1957 seharga 1 juta (Januari 2010), lalu jual kembali 1,1 juta (Februari 2010) keuntungan 10%/bulan. Lalu dengan uang tersebut beli lagi uang 500 rupiah bunga seharga 1 juta (Februari 2010), jual kembali 1,2 juta (Maret 2010), keuntungan total sudah 30%/3 bulan atau sekitar 120%/tahun, dan seterusnya sampai di akhir tahun 2010 anda sudah bisa mengumpulkan keuntungan ratusan persen. Bandingkan bila anda hanya menyimpan gajahnya selama 1 tahun dan melepasnya kembali seharga 1,3 juta, keuntungan 30% dipotong inflasi 10% menjadi cuma sekitar 20%/tahun.
.
.
Bagaimana kalau saya menyimpannya dalam waktu sangat lama, apakah hal tersebut menguntungkan? Kita lihat contoh:
.
Contoh 1
Gaji rata-rata seorang pegawai negeri tingkat menengah di tahun 1930-1940 (sebelum perang dunia II) adalah sekitar 10-20 gulden perbulan. Bila saat itu kita memiliki uang pecahan 1000 gulden (misalkan seri Coen) yang berkondisi UNC dan kita simpan sampai sekarang, berapakah kira2 harga semestinya dari uang tersebut? Dari perhitungan di atas dapat dibuat perkiraan kasar bahwa saat itu uang 1000 gulden dapat menghidupi seorang pegawai negeri beserta keluarganya selama 50-100 bulan. Bila di kurs kan dengan kenyataan saat ini, gaji rata2 katakan saja sebesar Rp.2 juta perbulan, maka uang Coen 1000 tersebut setara dengan 50-100 bulan gaji alias 100-200 juta rupiah!! Padahal kenyataan di lapangan uang tersebut cuma dihargai sekitar 20 juta perlembar UNC.


Contoh 2
Kakek kita menyimpan satu lembar uang 1000 rupiah tahun 1952 (seri kebudayaan) yang berkondisi VF (mungkin gaji pertamanya) dan saat ini beliau hendak menjualnya. Berapa harga pantasnya? Ada beberapa cara perhitungan yang tentunya hanya para pakar yang ngerti, tetapi untuk saat ini kita pakai cara gobloknya aja. Setelah meneliti harga dollar US saat itu didapatkan bahwa pada tahun 1952-1956 harga dollar adalah 12-30 rupiah/dollar US. Maka uang 1000 rupiah kita bernilai sekitar 33-83 dollar. Bila di kurs kan saat ini (anggap saja 1 dollar = Rp.9500) maka menjadi 300-800 ribu rupiah. Sesuai dengan harga pasaran yang berkisar diangka tersebut. Cara kedua yang juga memakai perhitungan cara sederhana adalah metode suku bunga, bila dirata2kan satu tahun suku bunga 8% maka sampai saat ini uang tersebut bernilai (2010-1952)x8%xRp.1000 = Rp.464.000 yang kurang lebih juga sesuai dengan harga saat ini.


Perhitungan di atas adalah perhitungan sangat sederhana yang menghilangkan segala macam jenis parameter investasi seperti inflasi, devaluasi, bunga berbunga dan lainnya. Yang mau saya tekankan pada kesempatan ini adalah dilihat dari segi apapun, yang namanya numismatik tidak terlalu menguntungkan bila disimpan dalam jangka panjang. Kecuali barang tersebut kita dapatkan dengan harga sangat-sangat murah. Jauh di bawah harga pasaran.

Nah, sebagai penutup akan saya ringkas maksud dari tulisan di atas:


1. Bila anda ingin menjadi kolektor yang baik, pelajarilah segala hal tentang barang2 yang ingin anda koleksi termasuk perkiraan nilai jualnya kembali.
2. Bila bermaksud untuk menjadi penjual, jangan menahan barang terlalu lama. Kata orang 'yang penting ada untungnya'. Semakin lama anda tahan, semakin besar kerugian yang ditanggung.
3. Jenis2 uang tertentu mengalami kenaikan harga yang lebih banyak, pelajarilah yang mana saja jenis-jenis uang tersebut. Ingat kondisi uang juga mempengaruhi kenaikan harga.
4. Satu lagi yang terpenting, belinya jangan kemahalan. Bila kemahalan bagaimana mau jualnya lagi?
Ingat loh, bila hobby numismatik kita lakukan dengan baik akan menyebabkan kita juga ikut senang dan bahagia dan rasa bahagia sedikit banyak akan memperpanjang umur kita. Hal inilah yang lebih penting dibandingkan segala macam perhitungan di atas. Jadilah seorang kolektor yang baik tanpa memusingkan persoalan investasi.


Apakah pembahasan saya cukup jelas?
Jawabannya pasti tidak, karenanya silahkan teman2 sekalian memberikan masukan, terutama teman2 yang ahli dibidang ekonomi.


Ada masukan dari salah seorang teman yang cukup menarik:
Pada tahun 1970an ada seseorang yang ingin naik haji, karena suatu hal tidak jadi berangkat dan uang yang sudah tersedia tersebut disimpan sampai saat ini. Bila uang tersebut dijual sekarang apakah hasilnya bisa membiayai ONH?

Ongkos Naik Haji tahun 1970 adalah Rp.184.000, jadi dibutuhkan sekitar 19 lembar pecahan 10000 seri Sudirman. Bila saat itu uang yang disimpan adalah yang UNC maka perkiraan harga saat ini adalah : Rp.800.000 x 19 lembar = Rp.15.200.000. Sangat tidak cukup untuk membiayai ONH yang saat ini besarnya sekitar Rp.35.000.000.

Jumlah sebesar 15 juta tersebut akan menyusut menjadi setengahnya jika uang yang disimpan tidak UNC bahkan bila hanya berkondisi fine sangat mungkin tidak akan laku dijual.
Berdasarkan cerita tersebut, dapat diambil hikmahnya bahwa kenaikan inflasi jauh melebihi kenaikan harga uang kuno. Masihkah teman2 sekalian berpikir tentang investasi di uang kuno?

Pertanyaan lain lagi
Bila dibandingkan dengan emas sejak tahun 1970an bagaimana prospek investasi dibidang numismatik?

Sekali lagi saya jelaskan bahwa saya tidak ahli dibidang ini, tetapi dari data2 yang berhasil saya kumpulkan dapat dijelaskan sbb:

Harga emas di tahun 1970 sekitar $40/troy ounce sedangkan kurs dollar saat itu sekitar Rp.400 per satu dollar US. Sehingga harga emas saat itu adalah Rp.16.000 per troy ounce, jadi dibutuhkan sekitar 3 lembar pecahan 5000 rupiah seri Sudirman.
Saat ini harga emas sekitar $1000 per troy ounce (sudah mengalami kenaikan 2400%) atau sekitar Rp.9.500.000. Sedangkan harga uang pecahan 5000 rupiah seri Sudirman saat ini yang UNC berkisar diangka Rp.800.000 perlembar, sehingga ketiga lembar uang tersebut hanya bernilai Rp.2.400.000, hanya bisa membeli 1/4 troy ounce emas.
Kesimpulan sementara dari cara perhitungan yang sangat sederhana adalah investasi emas jauh lebih menguntungkan dibandingkan investasi uang kuno.


Loh kok engga ada segi positifnya sih?
Kita tunggu cerita dari teman2 lainnya.

Ternyata ada teman kita yang akhirnya memberikan suara positif, ceritanya begini :
Saya menyimpan uang pecahan 100 rupiah emisi 1992 (perahu layar) sejak 5 tahun yang lalu. Saat ini uang tersebut telah bernilai 2000 rupiah perlembarnya. Kenaikan yang dialami adalah 2000% dalam waktu 5 tahun, sangat luar biasa. Bukankah ini juga prospek investasi yang bagus?

Benar sekali! Dalam beberapa keadaan harga uang kuno jenis tertentu bisa meningkat sangat pesat (rumus 1). Pecahan 100 rupiah 1992 mengalami peningkatan harga yang sangat pesat, jauh lebih pesat dibandingkan pecahan2 lain yang seangkatan. Contohnya pecahan 500 rupiah 1992 (orangutan), harganya saat ini berkisar di angka 1500 rupiah perlembar, masih kalah dengan pecahan 100 rupiah PL (Perahu Layar). Mengapa demikian?

Beberapa kemungkinan jawaban yang bisa diberikan:

1. Uang PL mempunyai nilai nominal yang sangat kecil, hanya 100 rupiah, kita tidak akan merasa keberatan bila harus membeli selembar PL dengan harga 1000 atau 2000 rupiah. Karena buat sebagian besar kolektor uang 1000-2000 rupiahpun juga dianggap tidak ada artinya. Padahal dari 100 rupiah menjadi 1000 rupiah berarti mengalami kenaikan harga sebanyak 1000%.
Lain halnya kalau yang dibeli pecahan 100.000 plastik. Karena menurut sebagian besar kolektor uang senilai 100.000 itu cukup besar. Sehingga bila uang itu mengalami kenaikan harga 200% saja (menjadi 200.000 rupiah) maka kita akan menjerit keberatan.
Dari kejadian ini dapat diambil sedikit kesimpulan bahwa uang yang mempunyai nilai nominal kecil akan mengalami kenaikan harga yang jauh lebih pesat dibandingkan yang bernominal besar. Kelihatannya pendapat ini bisa dijadikan rumus 4

Contoh 1:
Sukarno 5 rupiah, saat ini bernilai Rp.75.000 perlembar UNC berarti mengalami kenaikan harga 15.000 kali lipat. bandingkan dengan pecahan Sukarno 1000 rupiah yang bernilai sekitar 2 juta pada kondisi UNC yang hanya 2000 kali lipat nominalnya.

Contoh 2:
Seri binatang yang berkondisi UNC
Pecahan 5 rupiah saat ini mengalami kenaikan harga 70.000 kali lipat nominal.
Pecahan 100 rupiah hanya 5000 kali lipat nominal
Pecahan 500 rupiah sekitar 14.000 kali lipat
Pecahan 1000 rupiah sekitar 2000 kali lipat
Pecahan 2500 rupiah sekitar 1000 kali lipatnya
Pecahan 10 dan 25 tidak masuk hitungan karena sangat langka.

Jadi rekor kenaikan harga masih dipegang pecahan 5 rupiah 1957 sebesar 70.000 kali lipat nominal. Bahkan macan dan gajah pun kalah dengan orangutan.


2. Pecahan PL banyak diburu para penggemar ilmu gaib. Kita sama2 tahu bahwa uang ini banyak sekali dicari untuk dipergunakan sebagai media memperkaya diri sendiri yang tentunya mempergunakan cara-cara yang gaib pula. Apakah berhasil atau tidak saya tidak tahu, tetapi dengan adanya praktek seperti ini menyebabkan kebutuhan uang PL meningkat sangat pesat, dan sebagai akibatnya akan mengangkat harganya secara gila-gilaan. Herannya uang yang dicari cuma PL saja, kenapa engga sekalian sama yang lain-lainnya supaya harga uang kuno ikut naik secara drastis. Saat ini harga PL sudah meyamai bahkan melampaui 'kakaknya' uang 100 rupiah burung dara emisi 1984. Padahal uang burung dara secara mutu dan kualitas jauh lebih bagus dan lebih langka bila dibandingkan dengan PL, tetapi harganya malah terbalik.

3. Ada sebagian kolektor yang ternyata senang mengumpulkan uang2 kuno dalam bentuk brut (berisi 1000 lembar), mungkin maksudnya agar kelihatan seperti orang kaya yang punya uang gepok2an katanya. Karena itu dibelilah uang PL yang harganya tergolong murah, satu brut uang PL berisi 1000 lembar cuma bernilai 100.000 rupiah saja, dibayarin lima kalinyapun engga apa2 deh, karena dapatnya banyak sekali. Tidak heran ada kolektor yang memiliki uang PL sebanyak puluhan bahkan ratusan brut dan semuanya disusun di lemari secara rapi sehingga membuat kagum orang2 yang melihatnya. Semakin banyak kolektor tipe begini semakin tinggi harga uang PL.


Nah, demikianlah sedikit cerita kenapa uang 100 rupiah 1992 (PL) bisa mengalami kenaikan harga yang fantastis, yang jauh melebihi uang2 sejamannya.


Ada komentar yang sangat menarik dari salah seorang pecinta uang kuno:

Pak Arifin tulisannya sangat menarik mengenai investasi dalam numismatik....

Saya ingin mengutarakan opini saya, menurut saya semua instrumen investasi ada ”bandar”/pemain besar-nya yang bisa mengangkat harga dalam jangka waktu tertentu atau bahkan menjatuhkan harganya secara drastis (berarti dapat di jadikan sarana spekulasi), baik itu emas, perak, properti, mata uang, saham dan tentunya juga investasi Numismatik (harga dari uang kuno).

Seperti contohnya harga emas murni, jika kita ambil harga tertinggi sampai tahun 2000 adalah di harga $850/Oz ( th 1980 ), dan kemudian terus merosot, sempat ke titik terendahnya $ 264/Oz (tahun 2000). Begitu juga dengan harga perak murni yg mencapai $50/oz (tahun 1980) dan ke titik terendahnya sekitar $ 5 / oz (tahun 2000). Hal ini tentu merugikan jika berinvestasi dalam emas dalam jangka waktu tersebut, terutama investor di Amerika yang memakai mata uang dollar amerika. Saya sendiri adalah Kolekdol Uang logam (baru kira kira 1 tahun).

Menurut saya, harga uang kuno dapat terus cenderung naik dikarenakan ada banyak lelang numismatik Internasional dalam skala besar di seluruh dunia (seperti menurut dr arifin bahwa harga balai Lelang Internasional bisa menjadi acuan dan mencerminkan harga yang sesungguhnya) dan ”bandar” bisa saja terus menaikkan harga dari tahun ke tahun. Hal ini ditunjang dengan terus diterbitkannya Katalog Uang logam dan Kertas dari tahun ke tahun (up date), dan bisa saja sedikit banyak harganya ditentukan oleh “bandar” tersebut…

Dan sebaliknya mengenai penurunan harga numismatik, mungkin saja terjadi, terutama terhadap uang kertas/koin yang harganya sudah selangit (langka dan mahal), salah satu penyebabnya adalah karena krisis global sekarang yang sifatnya deflationery (dalam hal ini banyak asset misalnya : rumah, mobil mewah, benda–benda seni/collectibles dan barang-barang mahal lainnya dilepas dan harganya ikut jatuh, karena sebagian besar orang/kolektor lebih butuh tunai /cash) sehingga berlaku hukum penawaran dan permintaan.

Jika dalam waktu bersamaan, ada banyak kolektor yang ingin melepas koleksi numismatik yang selama ini di timbun-nya, maka barang akan menjadi banyak di pasaran, sedangkan peminat/pembeli kurang (karena sedang krisis) sehingga harga pun akan turun.

Kembali ke pembahasan investasi Numismatik.. Sebagai contohnya pada lelang internasional Heritage awal tahun 2010 ini, koin Liberty Nickel tahun 1913 terjual diharga $3,737,500 ( setara dgn kira kira Rp 35 milyar).. fantastis, apalagi untuk koin berbahan Nickel...Saya setuju dgn dr Arifin bahwa hanya jenis tertentu (yang langka) yang mengalami kenaikan dan juga kondisi uang kuno sangat mempengaruhi harganya... Setelah saya lihat dikatalog, koin 1913 Liberty nickel ini ternyata hanya diketahui/ditemukan 6 keping di dunia (extremely rare) dan juga merupakan koin specimen ...

Dalam berinvestasi ada prinsip : Jangan menaruh semua telur dalam satu keranjang, jadi seandainya keranjangnya jatuh, telur tidak pecah semua…Memang ada baiknya kita menyimpan dalam bentuk emas, property, mata uang asing, saham, numismatic,dll. Namun yang patut menjadi bahan pertimbangan adalah porsi /jumlah dana yang kita alokasikan dalam setiap sarana investasi tersebut, dan kita harus benar-benar mencari informasi/cara bermain dari instrumen investasi tersebut… Salam numismatik..


Benar-benar komentar yang berbobot, saya sangat setuju sekali bahwa pada setiap instrumen investasi ada bandarnya. Demikian juga di bidang numismatik, ada kolektor2 tertentu yang biasa disebut investor yang menyetok dan menyimpan uang2 kuno dalam jumlah luar biasa banyaknya. Otomatis harga pasaran akan dikendalikan oleh para bandar, termasuk harga di KUKI juga ditentukan oleh mereka. Jadi benar seperti yang saya katakan bahwa harga sebenarnya adalah harga lelang, bukan harga di katalog.

Bila ada diantara teman2 yang berminat untuk menjadi investor, saya berikan rahasianya:
Beli dan kumpulkanlah hanya satu atau dua jenis uang kertas saja. Misalnya pecahan 10 ribu gamelan, maka anda hanya perlu membeli uang yang sama setiap kali melihatnya ada di pasaran. Pasang iklan dan sapu bersih semuanya sehingga tidak ada lagi yang tersisa maka harga uang tersebut berada di tangan anda. Tetapi ingat kita tidak pernah tahu berapa jumlah pasti uang gamelan yang tersisa di pasar, bisa saja cuma tersisa beberapa ratus lembar sehingga bisa diborong oleh anda semuanya, tetapi mungkin juga masih tersisa 1 juta lembar.
Selamat menjadi investor.


Terima kasih atas komentarnya. Sangat ditunggu saran, komentar atau kritik dari teman2 semua.



Salam numismatik
Jakarta 1 Februari 2010

10. Replacement Notes

Replacement notes (uang kertas pengganti)


Dalam proses mencetak uang kertas, walaupun telah dilakukan dengan sangat teliti dan berhati-hati, tentu tidak luput dari berbagai jenis kesalahan. Uang2 kertas yang bermasalah tersebut tentu saja harus dimusnahkan dan diganti dengan uang kertas lainnya yang sejenis tetapi memiliki tanda-tanda khusus sehingga jumlah uang yang digantikan tetap dapat dimonitor dengan baik. Uang-uang kertas pengganti tersebut mempunyai ciri tertentu sehingga disebut sebagai uang kertas seri pengganti.



Setiap perusahaan pencetak uang kertas mempunyai metode dan ciri-ciri tertentu yang dipergunakan sebagai uang seri penggantinya. Kita sudah membahasnya untuk pecahan 5 rupiah pada seri kebudayaan tahun 1952 variasi 1 huruf yang ternyata merupakan seri pengganti yang dipergunakan oleh perusahaan pencetaknya yaitu Thomas De La Rue. Lalu timbul pertanyaan, apakah semua uang kertas kita yang mempunyai variasi 1 huruf dicetak oleh Thomas De La Rue (TDLR)? Kita lihat jawabannya:

Uang kertas Indonesia yang mempunyai variasi 1 huruf adalah:
1. Pecahan 5 rupiah 1952
2. Semua pecahan seri binatang 1957 (kecuali 10. 25 dan 5000 rupiah)
3. Semua pecahan seri bunga 1959
4. Pecahan 25, 50, 500 dan 1000 rupiah seri Sukarno 1960
.
Setelah diperhatikan dengan teliti ternyata semua uang kertas tersebut memang dicetak oleh Thomas De La Rue. Jadi kesimpulannya adalah bahwa TDLR mempergunakan variasi 1 huruf sebagai seri penggantinya. Kesimpulan ini diperkuat oleh pernyataan dari katalog Pick:




Replacement notes:

Nomor 65-71 (seri bunga), 84 (Sukarno 25), 85 (Sukarno 50), 87 dan 88 (Sukarno 500 dan 1000): Prefiks satu atau dua huruf.




Variasi 1 huruf merupakan seri pengganti yang dipergunakan oleh TDLR

Dengan demikian jelas bahwa variasi X pada uang kertas di bawah ini bukanlah merupakan seri pengganti.


Katalog Pick juga menerangkan bahwa uang kertas dengan nomor urut 1 sampai dengan 9 (semua pecahan seri Federal I tahun 1946), 43a (pecahan 10 rupiah 1952 variasi pertama), 44-48 (pecahan 25, 50, 100, 500 dan 1000 rupiah 1952) mempunyai nomor seri pengganti berupa angka 1. Kita akan membahasnya.



Uang2 yang dicetak oleh Johan Enschede en Zohen (JEZ) mempunyai aturan nomor seri pengganti yang lain lagi, bukan mempergunakan variasi 1 huruf seperti pada Thomas De La Rue, tetapi dengan menggunakan nomor seri yang dimulai dengan angka 1 di depannya. Kita lihat contohnya:

Seri wayang yang dicetak oleh JEZ selalu mempunyai nomor seri yang dimulai dengan angka 0, lihat bukti di bawah ini:

Nomor seri dimulai dengan angka 0.


Demikian juga dengan seri kebudayaan yang di cetak oleh JEZ, mempunyai nomor seri yang dimulai dengan angka 0 didepannya.



Demikian juga untuk pecahan 500 rupiahnya




Bila diketemukan uang kertas yang di cetak oleh JEZ tetapi mempunyai nomor seri yang berawalan dengan angka 1, maka dapat dipastikan bahwa uang tersebut merupakan seri pengganti. Lihat contoh di bawah.



Kedua contoh uang tersebut mempunyai nomor seri yang dimulai dengan angka 1, berarti dapat diambil kesimpulan bahwa kedua uang tersebut merupakan uang kertas pengganti yang dipergunakan oleh percetakan JEZ. Tingkat kesulitan dan harga dari uang2 tersebut seharusnya setara dengan variasi satu huruf yang dipergunakan oleh TDLR, tetapi pada kenyataannya tidaklah demikian. Hal ini mungkin disebabkan kurangnya pengetahuan kita tentang variasi seri pengganti yang dipergunakan oleh percetakan2 selain TDLR.


Untuk memperkuat bukti, saya tampilkan gambar yang diambil dari lelang Java Auction 3 tahun 2007, yaitu lot 292 yang dibuka pada harga Rp.450.000 dan terjual diharga Rp.600.000 (+fee 15%).




Sekarang kita sudah mengetahui bahwa percetakan yang berbeda akan mempergunakan seri pengganti yang berbeda pula. TDLR memakai 1 huruf sedangkan JEZ mempergunakan angka 1 didepannya. Dengan demikian kita dapat memastikan bahwa kedua lembar uang di bawah ini adalah PALSU, karena dimulai dengan angka 2 dan 4 yang jelas2 tidak pernah dipakai oleh JEZ.





Sekarang pembahasan kita berikutnya adalah tentang seri pengganti yang dipergunakan oleh Pertjetakan Kebajoran ataupun oleh Peruri. Ternyata cara yang digunakan berbeda dengan JEZ maupun TDLR, yaitu dengan memakai huruf X pada prefiks di depan nomor serinya.


Kita lihat contohnya:



Seri pengganti Peruri dengan memakai huruf X


Karena merupakan seri pengganti, huruf X tidak dipakai sebagai prefiks pada nomor seri uang beredar yang normal baik di depan, di tengah maupun di belakang. Jadi kita tidak akan pernah menemukan prefiks X-- -X- atau --X pada uang kertas normal, kecuali pada uang kertas pengganti.


Dalam satu gepok uang kertas, bisa jadi kita dapatkan uang bernomor seri X, mungkin tidak banyak, hanya beberapa lembar saja. Tetapi pada kenyataannya seringkali kita menemukan prefiks X dalam jumlah sangat banyak bahkan 1 gepok utuh, mengapa demikian? Apakah seri pengganti dipakai juga sebagaimana uang yang biasa? Untuk itu hanya otoritas yang berwenang yang bisa menjawabnya.



Contoh prefiks X yang ditemukan dalam jumlah banyak
.
.
Setiap negara memiliki aturan khusus mengenai seri pengganti yang dipergunakannya. Ada yang menggunakan huruf Y, Z, dan sebagainya. Tidak sedikit yang juga mempergunakan huruf X seperti yang dipakai negara kita, antara lain:




Seri pengganti X pada negara Cuba




Pakistan juga mempergunakan prefiks X sebagai seri pengganti
.
.
.
Bagaimana dengan Amerika Serikat?
.
Ternyata AS tidak memakai huruf X tetapi tanda bintang (star) yang diletakkan di depan atau di belakang nomor serinya. Lihat kutipan dari katalog Pick


Perhatikan tanda bintang yang terletak sesudah nomor seri. Tanda ini terdapat pada uang pengganti yang dipergunakan oleh AS.
.
.
Bagaimana dengan harga uang seri pengganti? Di KUKI jelas tercantum hanya untuk seri pengganti TDLR yaitu variasi 1 huruf, sedangkan untuk percetakan2 lainnya tidak tercantum. Pada katalog uang kertas Amerika dengan jelas tercantum harga dari masing2 jenis uang pengganti, kita lihat salah satu halamannya:


Harga uang kertas pengganti jelas tercantum di katalog AS


Negara-negara tertentu memakai simbol atau tanda khusus pada uang kertas pernggantinya, seperti tanda asterisk (*) yang dipakai pada negara:

Canada




India




Philipina





Ada lagi negara2 yang memakai huruf Y, Z, atau lain2nya untuk seri penggantinya. Bila berminat silahkan klik website di bawah ini:
Semoga pengetahuan kita tentang seri pengganti menjadi bertambah.


Pertanyaan dan komentar silahkan email : arifindr@gmail.com
Jakarta 1 Maret 2010

11. Pengaman Ultra Violet


Untuk menghindari pemalsuan uang kertas, pihak percetakan uang berusaha keras menambahkan pengaman2 yang tercanggih pada masanya. Kita tahu bahwa berbagai jenis pengaman terdapat pada uang2 kertas modern, mulai dari cetak intalgio, water mark, benang pengaman sampai tinta berpendar.
Pembahasan kita kali ini dibatasi hanya pada tinta berpendar.
Jenis tinta yang satu ini akan berpendar atau bercahaya bila dilihat dengan mempergunakan lampu ultraviolet, karena itu tinta ini disebut sebagai fluorescent ink. Lampu ultraviolet dapat dibeli di toko2 peralatan listrik dengan harga sekitar 50-100 ribu rupiah. Semua uang kertas modern mempergunakan fluorescent ink sebagai bagian dari pengamannya. Seperti apakah bentuknya? Mari kita lihat pada uang kertas yang masih berlaku saat ini.
Pecahan 1000 rupiah tahun 2000

Tinta pada nomor seri berpendar kekuningan, sedangkan benang pengaman berpendar kemerahan

Pecahan 2000 rupiah tahun 2009

Pada bagian muka terlihat motif hiasan berwarna kuning dengan benang pengaman juga berwarna kemerahan.


Pada bagian belakang terlihat nomor seri berpendar kekuningan
.
.



Pecahan 5000 rupiah tahun 2001


Pada bagian depan terlihat benang pengaman berwarna kuning hijau saling berganti



Pada bagian belakang selain nomor seri yang kekuningan tampak angka 5000 di sisi kiri atas.



Pecahan 10000 rupiah tahun 2005



Di bagian depan terlihat motif ukiran berwarna kuning dengan benang pengaman berwarna merah




Di bagian belakang terlihat rumah limas dan angka 10000 berpendar kekuningan



Pecahan 20000 rupiah tahun 2004




Terlihat benang pengaman beraneka warna, biru, hijau, kuning dan merah



Di bagian belakang terlihat angka 20000 berpendar kehijauan
.
.



Pecahan 50000 rupiah tahun 2005


Motif seperti pita berwarna kekuningan di sisi kiri bagian depan




Penari bali, angka 50000 dan nomor seri yang berpendar di sisi belakang


Pecahan 100000 rupiah tahun 2004

Disisi belakang tampak peta Indonesia, angka 100000 dan nomor seri yang berpendar hijau kekuningan serta gedung MPR yang berwarna kemerahan di sudut kiri atas.


Pengaman canggih seperti di atas dapat secara mudah membedakan asli palsunya suatu uang hanya dengan menghadapkannya pada lampu ultraviolet. Bila asli maka akan terlihat seperti pada gambar di atas, bila palsu tentu tidak ada. Mudah bukan?


Sekarang pertanyaannya adalah:
DIMULAI SEJAK KAPANKAH UANG KERTAS KITA MEMPERGUNAKAN TINTA BERPENDAR UNTUK PERTAMA KALINYA?


Apakah sejak jaman penjajahan Belanda?
Tentu tidak, karena pada jaman tersebut tinta fluorescent dan lampu ultraviolet belum ditemukan.



Uang kertas jaman Belanda tidak ada yang mempergunakan tinta berpendar.


Setelah diteliti, ternyata uang kertas kita yang mempergunakan tehnik tinta berpendar untuk pertama kalinya adalah seri bunga tahun 1959 yang dicetak oleh Thomas De La Rue. Seperti apa bentuknya bila dilihat di bawah lampu ultraviolet? Mari kita saksikan untuk pertama kalinya gambar uang-uang tersebut.

Pecahan 5 rupiah 1959

Bunga yang berpendar kekuningan dengan benang pengaman kebiruan di sisi kanan



Pecahan 10 rupiah 1959

Rangkaian bunga berpendar berwarna orange kecoklatan dan benang pengaman kebiruan



Pecahan 25 rupiah 1959


Bunga teratai berpendar kecoklatan dan benang pengaman berwarna biru di sisi kanan


Pecahan 50 rupiah 1959


Bunga matahari yang berwarna keemasan diapit corak kecoklatan di kedua sisinya, benang pengaman masih bersinar kebiruan.


Pecahan 100 rupiah 1959

Bunga dengan berbagai warna yang indah, merah, kuning dan coklat, perhatikan benang pengaman pindah ke sisi kiri.


Pecahan 500 rupiah 1959


Warna bunga yang dominan kekuningan, dengan benang pengaman kebiruan di sisi kiri.


Pecahan 1000 rupiah 1959


Bunga berwarna kuning di bagian bawah kertas disertai benang pengaman di sisi kiri.

Setelah melihat gambar-gambar indah di atas, maka akan timbul suatu kebanggaan dan kecintaan yang lebih mendalam terhadap uang-uang kuno negara kita. Bayangkan saja tehnik fluorescent baru dipakai secara luas di awal tahun 1970an, itupun masih sederhana, tetapi negara kita sudah memakainya dengan motif yang indah dan warna beraneka macam belasan tahun sebelumnya. Setelah seri bunga 1959, tinta berpendar baru ditemukan pada uang kertas emisi 1975 (pecahan 1000 Diponegoro, 5000 nelayan dan 10000 barong). Itupun hanya berupa angka nominal masing2 uang. Seperti apa bentuknya, akan kita bahas dilain kesempatan.


Jakarta 16 Maret 2010
Kritik dan saran hubungi arifindr@gmail.com