Minggu, 16 November 2014

64. Tanda Air Ganda

Kita semua pasti pernah melihat atau mengetahui uang yang satu ini......
 1000 Rupiah Sukarno1 emisi tahun 1960. Uang berwarna hijau dan berukuran 171 x 87 mm ini menampilkan gambar Sukarno di bagian depan dan sepasang penari Bali di bagian belakang. Mulai diedarkan tanggal 20 Februari 1967 dan ditarik tanggal 1 S122eptember 1971. 

Uang ini memiliki 2 variasi tanda air yaitu 
1. Sukarno, dicetak oleh Thomas De La Rue dengan nomor seri terdiri dari 4 angka
    Dapat dibagi lagi menjadi :    
    a. 1 huruf
    b. 2 huruf
    c. 3 huruf 
2. Kepala banteng, dicetak oleh Pertjetakan Kebajoran dengan nomor seri terdiri dari 6 angka.  
    Variasi tanda air kepala banteng merupakan cetak ulang dan diedarkan sekitar tahun 1968.


1000 Rupiah 1960 dengan tanda air kepala banteng


Tanda air kepala banteng pada uang yang 'normal' semestinya hanya ada satu dan terletak tepat di tengah kertas. Perhatikan gambar di bawah:

Tanda air kepala banteng pada uang yang 'normal'


Tetapi pada uang ini, kepala banteng ditemukan 2 buah.....
Satu yang utuh terletak di sisi kanan bergeser jauh ke kanan dari tempat seharusnya dan satu lagi yang terpotong setengah terletak di tepi kiri uang. Benang pengaman juga ikut-ikutan bergeser ke sisi kanan.

Tanda air kepala banteng ada 2 buah


Agar lebih jelas, mari kita perbesar gambarnya

Tampak jelas kalau uang ini memiliki lebih dari satu kepala banteng


Mengapa hal seperti ini bisa terjadi?
Mari kita melakukan eksperimen untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Sebelum uang dicetak, tentu kertasnya harus sudah siap terlebih dahulu. Kertas yang siap cetak (dalam bentuk plano) pasti sudah memiliki benang pengaman dan tanda air. Karena tanda air kepala banteng seri Sukarno juga terdapat pada pecahan yang berukuran lebih kecil yaitu 5 Rupiah maka saya menduga kalau kertas yang dipergunakan pada pecahan 5 Rupiah tersebut juga dipakai untuk pecahan 1000 Rupiah. 
Untuk jelasnya mari kita buktikan bersama. Mari kita urutkan 2 pecahan 5 Rupiah bertanda air kepala banteng dengan 2 lembar pecahan 1000 Rupiah bertanda air sama, satu yang 'normal' dan satu yang sedang kita bahas. Mari kita lihat hasilnya:

    

Ternyata letak benang pengaman dan tanda air kepala banteng memang segaris dan cocok dengan pecahan 5 Rupiah yang dijadikan satu. Berarti asumsi kita bahwa kertas uang yang dipergunakan pada pecahan 1000 Rupiah memang benar milik pecahan 5 Rupiah. Tetapi karena ukuran kedua uang tersebut sangat berbeda, ada kesan dipaksakan (mungkin sisa kertas pecahan 5 Rupiah masih banyak atau untuk menghemat bahan) sehingga terjadilah ketidaktepatan letak tanda air. 
Mungkin bagi pihak yang mencetak hal tersebut tidak terlalu dipermasalahkan, mereka berpendapat 'yang penting ada tanda airnya.' Tetapi untuk kalangan pecinta uang kuno kejadian ini tidak bisa dianggap angin lalu begitu saja, kejanggalan sekecil apapun bisa berdampak besar dan dapat merubah data di katalog yang pada akhirnya akan mempengaruhi harga.  





Jakarta 12 Maret 2014
Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Hendripova dari Mojokerto yang telah berkenan menyumbangkan bahan untuk artikel ini.

Kritik dan saran hubungi arifindr@gmail.com


  




  







   









65. Wayang 5 Gulden (bagian 1)

Kita semua pasti mengetahui uang ini, De Javasche Bank seri wayang pecahan 5 Gulden. Diterbitkan pertama kali tanggal 23 April 1934 dan memiliki 3 variasi tanda tangan yaitu :
a. Praasterink - Buttingha Wichers
b. JC van Waveren - Buttingha Wichers
c. RE Smits - Buttingha Wichers

Gambar utama menampilkan sesosok penari wayang Jawa (Javanese dancer) sedangkan bagian belakang terdapat lingkaran-lingkaran konsentris yang diapit 4 text undang-undang dalam bahasa Belanda, Jawa, Mandarin dan Arab.

Pecahan 5 Gulden seri wayang


Begitu seringnya kita melihat uang ini sehingga kadang-kadang kita hanya menganggapnya sebagai 'barang biasa' yang tidak perlu diperhatikan. Kita berlomba-lomba mencari yang berkondisi baik, tebus dengan harga yang lumayan tinggi, masukkan ke album dan ...... lupakan.........



Pelukis
Setiap uang kertas pasti ada pelukisnya, untuk seri wayang ini nama pelukis tercetak dengan jelas di bagian kanan bawah sisi belakang. 


FEC merupakan singkatan dari Fecit yang artinya adalah :

fecit Latin [ˈfeɪkɪt] 
(Fine Arts & Visual Arts / Art Terms) (he or she) made it: used formerly on works of art next to the artist's name Abbreviation fec

LION CACHET FEC. artinya uang ini digambar atau dilukis oleh LION CACHET.
Siapakah orang yang bernama lengkap Mr.Carel Adolph Lion Cachet ini?



Ternyata beliau adalah seorang seniman multitalenta asal Belanda yang sangat terkenal (28 Nov 1864 - 20 May 1945).  CA Lion Cachet banyak membuat rancangan furniture, batik, karpet, poster, lukisan dan tentu saja uang kertas. Selain melukis seri wayang, salah satu maha karyanya adalah uang kertas De Nederlansche Bank pecahan 100 Gulden 1944.

Bagian depan De Nederlansche Bank 100 Gulden 1944
Perhatikan tulisan LION CACHET FEC pada sudut kanan bawah 

Bagian belakang uang tersebut, perhatikan motif lingkaran di bagian tengah

  
 Motif berupa lingkaran-lingkaran konsentris yang merupakan ciri khas CA Lion Cachet 
Bandingkan bentuk tersebut dengan pecahan 5 Gulden seri wayang (kanan)


Proses Pembuatan
Dalam merancang uang kertas, pemilihan gambar utama sangat penting. Gambar tokoh utama wayang orang pada seri ini sangat hidup dan bagus sekali, begitu bagusnya sehingga lebih mirip hasil fotografi daripada lukisan. Dan memang benar, berdasarkan penelitian pada versi artist drawing milik seorang teman kolektor, ternyata gambar wayang pada seri ini merupakan foto yang digunting dan ditempel. Baru setelah itu digabung dengan lukisan latar belakangnya. Mari kita lihat perbandingan gambar di bawah :

Lukisan tangan asli pada variasi artist drawing seri wayang.
Tampak sangat kasar dan tidak menarik karena secara logika sulit bagi seorang asing untuk bisa melukis dan menjiwai dengan sempurna karakter seorang penari wayang.



 Gambar menjadi bagus dan hidup karena dipadukan dengan hasil fotografi
Perhatikan tanggal pembuatan 29 januari 1932 atau sekitar 2 tahun sebelum uang tersebut diedarkan.


Kesimpulan dari tulisan bagian pertama ini adalah :
1. Seri wayang dibuat oleh seorang seniman terkenal asal Belanda bernama Carel Adolph Lion Cachet yang ternyata juga banyak menghasilkan karya lain berupa uang-uang kertas Belanda.
2. Gambar tokoh utama yang begitu hidup ternyata dibuat dengan bantuan teknik fotografi yang dipadukan dengan lukisan tangan


Pada bagian kedua nanti akan dibahas pandangan pak Gatot, kurator museum Bank Indonesia sekaligus pemerhati wayang tentang siapa tokoh atau karakter wayang orang pada pecahan 5 Gulden ini. Bukan sembarang karakter wayang bisa ditampilkan di kertas uang seperti misalnya Hanoman atau Semar. Nanti bisa-bisa uang kita menjadi uang uka-uka Hanoman ngamuk.................

Apa jadinya kalau uang kita bergambar Hanoman ngamuk?



QUIZZ :
Dapatkah teman-teman menebak siapa nama tokoh wayang orang  yang terdapat pada pecahan 5 Gulden?
Kirim jawaban ke email arifindr@gmail.com, bagi satu orang yang pertama menjawab dengan benar akan diberikan gratis hadiah selembar poster wayang eksklusif berukuran besar (anda hanya perlu membayar ongkos kirim).
Seorang teman dari Batam, Riau bernama Raimon Syafril telah menjawab pertanyaan tersebut dengan benar.
Selamat ya, hadiah akan segera dikirim

Poster wayang berukuran A2 




Jakarta 24 Maret 2014
Kritik dan saran hubungi arifindr@gmail.com












Sabtu, 15 November 2014

66. Wayang 5 Gulden (bagian 2)

Siapakah karakter wayang yang ditampilkan pada pecahan 5 Gulden ini?

Perancang uang seri wayang adalah CA Lion Cachet. Beliau seorang seniman terkenal asal Belanda yang juga merancang uang-uang Gulden Nederlansche Bank. Dalam merancang dan menggambar uang kertas, Lion Cachet pasti telah meneliti dan memilih tokoh wayang tertentu yang pantas ditampilkan. Tokoh wayang tersebut dipastikan bukan rekayasa dan harus dikenal oleh mayoritas masyarakat pengguna yaitu masyarakat Jawa. 

Dalam beberapa kesempatan saya sempat berbincang-bincang dengan kurator museum Bank Indonesia, pak Gatot serta orang-orang tua dari daerah Jawa yang pernah mengalami beredarnya uang ini. Dengan spontan dan yakin mereka menyebut nama seorang tokoh yang digambarkan dengan sangat mirip dan sangat baik oleh Lion Cachet. Siapakah tokoh yang dimaksud?

Menurut David Irvine (2005: 139), wayang secara garis besar dapat dibedakan menurut ukuran, bentuk, warna, dan busana yang dipakainya. Untuk perbedaan lebih lanjut dapat dilihat dari bentuk karakteristik muka, aksesoris yang dipakai, dan bentuk tangan. Hal-hal tersebut dapat menjamin bahwa tiap karakter memiliki ciri khas yang dapat dikenali dan membuatnya berbeda dengan karakter wayang lainnya.


Karakter tokoh wayang harus dilihat dari ciri-ciri yang ditampilkan :
1. Memakai sanggul menyerupai ekor kadal
2. Sanggul memakai perhiasan garuda yang menghadap kebelakang
3. Berkulit kehitaman
4. Wajah sedikit mendongak dengan mata jaitan (agak sipit seperti benang jahit) menandakan tokoh yang baik, berlawanan dengan mata telengan yang bulat besar (mirip kelereng) seperti pada tokoh ksatria atau raksasa
5. Memakai kalung putera atau kalung berbentuk bulan sabit

Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka dapat dipastikan kalau tokoh wayang tersebut adalah : RADEN SAMBA

Gambaran wayang kulit Raden Samba

Foto asli wayang orang tahun 1930an yang menggambarkan Raden Samba 
Mirip bukan? 

Raden Samba atau yang sering disebut sebagai Wisnubrata adalah seorang tokoh yang digambarkan memiliki watak yang galak, pandai bicara, bersuara nyaring, cerdik, sombong, agak pengecut dan selalu enaknya sendiri. Raden Samba merupakan anak kesayangan Prabu Kresna (Raja Dwarawati) dengan permaisuri Dewi Jembawati dan sewaktu lahir Raden Samba berwujud kera karena ternyata kakeknya Resi Jembawan adalah seekor kera. Karena itu tidak heran kalau Samba berkulit kehitaman dengan wajah sedikit monyong (walaupun demikian dia digambarkan memiliki wajah yang sangat tampan). Dia juga memiliki banyak saudara dan salah seorang adiknya ada yang kulitnya berbulu dan berekor warisan kakeknya yaitu Gunadewa.

Raden Samba tidak memiliki kesaktian, mirip seperti pecahan yang diwakilinya yang 'hanya' 5 Gulden alias biasa-biasa saja. Tetapi dia sangat pandai berbicara sehingga memikat banyak wanita, mirip juga dengan pecahan yang diwakilinya yang banyak digunakan dan dicari kebanyakan orang (ingat pecahan 5 Gulden waktu itu nilainya cukup besar bagi orang biasa, apalagi berupa kertas yang lebih mudah disimpan daripada logam sen yang berat). 

Menurut cerita Raden Samba adalah titisan Dewa Hyang Drema yang beristrikan Dewi Dremi. Mereka saling berjanji untuk berjumpa di dunia sebagai suami isteri. Dewa Hyang Drema menitis menjadi Raden Samba sedangkan Dewi Dremi menjadi Dewi Agnyanawati. Tetapi terjadi kekeliruan besar, Dewi Agnyanawati salah pilih jodoh, entah mengapa dia mengikuti Raden Bomanaraksura sebagai suaminya.

Selanjutnya entah bagaimana kedua sejoli tersebut saling bertemu, sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat maka Raden Samba ingin sekali mempersunting Dewi Agnyanawati tetapi tidak mungkin terjadi karena si dewi telah dipersunting duluan oleh Raden Boma. Samba nekad, dia berselingkuh dengan si dewi tetapi sayangnya kurang pintar, mereka ketahuan. Maka Samba ditangkap dan tubuhnya dicincang sampai hancur oleh tentara Raden Boma.

Tidak bisa menerima kalau putra kesayangannya dicincang oleh Boma maka Prabu Kresna, ayahanda Samba yang sangat sakti berhasil menghidupkan kembali sang anak dan terjadilah pertempuran terhebat yang melebihi perang dunia kedua. Apalagi si Boma memiliki kekuatan super Pancasonabumi, dimana akan hidup kembali bila jasadnya menyentuh bumi.

Setelah perang hebat yang memakan jutaan jiwa akhirnya Prabu Kresna berhasil membunuh Boma dengan memasang jaring di tubuhnya sehingga jasad Boma tidak menyentuh bumi lagi dan tewas untuk selama-lamanya. Raden Sambapun bisa hidup berdampingan kembali dengan pujaan hatinya sang Dewi Agnyanawati.

Dari cerita di atas tampak bahwa Samba adalah tokoh biasa yang karena ketampanannya serta keahliannya berbicara disukai banyak wanita, tetapi walaupun tidak memiliki kesaktian jangan berani-beraninya menghina apalagi membunuh dia karena dibelakangnya terdapat kekuatan super sang ayah yang bila perlu bisa menghidupkan kembali sang anak. Terbukti dengan munculnya wajah sang ayah pada pecahan yang lebih besar. 
Demikian ceritanya dan mengapa Lion Cachet memilih tokoh ini sebagai wakil dari pecahan 5 Gulden sangat mungkin karena pecahan ini menyerupai karakter si Samba:

Pecahan 5 Gulden adalah pecahan kecil yang biasa-biasa saja, tidak ada kesaktian tetapi disukai banyak orang. Walaupun hanya pecahan kecil, jangan dianggap remeh karena dibelakangnya ada beking sang ayah (dalam hal ini mungkin De Javasche Bank atau pecahan-pecahan yang lebih besar) yang memiliki kesaktian luar biasa yang siap membela dan bertempur  dengan siapa saja yang mengganggu ketentraman sang putra. 

Bagaimana menurut teman-teman? 
Ternyata betapa besar makna yang dikandung pecahan ini. Bukan hanya gambarnya saja yang indah tetapi pemilihan tokohnyapun tidak sembarangan. Walaupun hanya pecahan terkecil tetapi benar-benar merupakan sebuah mahakarya, dapat dibayangkan bagaimana dengan pecahan besarnya.
Karena itu tidak heran uang ini menjadi primadona dan sangat digemari oleh setiap kolektor lokal maupun mancanegara. 
Bravo Lion Cachet, bravo numismatik Indonesia.

Jakarta 21 April 2014
Terima kasih kepada pak Gatot serta berbagai narasumber lainnya. 
Juga terima kasih kepada para teman yang telah berpartisipasi dan mengirimkan ratusan email tentang siapa tokoh wayang pada uang pecahan 5 Gulden ini.
Bila ada komentar atau pendapat, silahkan kirim melalui email arifindr@gmail.com 

Jumat, 14 November 2014

67. Prefix wayang 200 Gulden

Seorang teman bertanya tentang prefix pertama dan terakhir wayang 200 Gulden

Untuk bisa menjawabnya maka dibutuhkan data yang sangat banyak, saya mencoba mecarinya melalui berbagai cara baik dari arsip maupun bertanya dan meminta gambarnya kepada teman-teman kolektor. Setelah sekian lama akhirnya terkumpul juga semua (diharapkan demikian) prefix wayang 200 Gulden. Mari kita lihat bersama :

Prefix pertama wayang 200 Gulden dimulai dari SU dan bertanggal 23 Mei 1938.

Mengapa SU merupakan prefix pertama? 
Karena prefix sebelumnya yaitu ST masih milik pecahan 200 Gulden seri JP Coen, lihat bukti di bawah.

Prefix ST ternyata milik 200 Gulden JP Coen yang bertandatangan Praasterink


Setelah SU, prefix wayang 200 Gulden yang bertahun 1938 ini berlanjut terus menjadi SV, SW, SX dan SY

Prefix SV yang bertanggal 24 Mei 1938


Prefix SW bertanggal 25 Mei 1938


Prefix SX bertanggal 27 Mei 1938


Prefix SY yang bertanggal 28 Mei 1938


Prefix SY merupakan penutup cetakan 1938, prefix berikutnya yaitu SZ dan TA sudah bertahun 1939.

Prefix SZ bertanggal 24 April 1939, tadinya saya mengira SZ adalah prefix penutup tetapi ternyata ditemukan lagi prefix sesudahnya yaitu TA 

Prefix TA yang bertanggal 25 April 1939 hampir dapat dipastikan merupakan prefix terakhir wayang 200 Gulden. Mengapa demikian? Apakah tidak mungkin ditemukan prefix TB dan seterusnya? Silahkan teman-teman mencoba untuk menjawabnya.

Bila dibuat tabel maka wayang 200 Gulden memiliki 7 prefix dari SU sampai dengan TA 


Pecahan ini memiliki 5 angka dengan angka pertama selalu 0, maka bila dicetak penuh setiap prefix akan berjumlah 9999 lembar. Karena ada 7 prefix maka jumlah maksimum yang dicetak adalah 69.993 lembar. Kalau semuanya masih ada maka cukup banyak untuk dibagi-bagi ke kita semua para kolektor. Tetapi setelah melalui penjajahan Jepang, senering, rayap, gempa, tsunami dan seribu satu musibah lainnya maka kita tidak mengetahui berapa pastinya yang tersisa sampai saat ini.. Yang pasti bila dibandingkan dengan pecahan 100 Gulden  maka tingkat kelangkaan pecahan ini berlipat ganda. Wayang 100 Gulden memiliki 57 prefix dari IR sampai dengan LZ bandingkan dengan 7 prefix milik wayang 200 Gulden, atau bila dihitung dengan cara sederhana maka 1 lembar pecahan 200 Gulden setara dengan 8 lembar pecahan 100 Gulden.



Jakarta 20 April 2014
Sumber :
Berbagai arsip koleksi para teman, penjual dan balai lelang yang dikumpulkan selama belasan tahun.

Rabu, 12 November 2014

Pengiriman

Untuk pengiriman paket, defaultnya menggunakan JNE, TIKI, dan Pos Indonesia yang  bisa disesuaikan dengan request pembeli. belanja dengan nominal diatas 500rb free ongkir seluruh Indonesia.




69. Wayang 10 Gulden


Kita semua pasti pernah melihat uang ini, De Javasche Bank 10 Gulden yang bergambar sepasang penari Jawa. Selain cukup sering ditemukan, uang ini juga bernilai tidak terlalu tinggi sehingga hampir pasti ada di album setiap kolektor. Karena terlalu seringnya kita melihat uang ini, kita menjadi terbiasa dan mengacuhkannya, padahal uang yang indah ini menggambarkan sepasang karakter wayang orang yang sangat menarik untuk diceritakan.

Siapakah sepasang karakter wayang orang yang digambarkan pada pecahan ini?
Mari kita bahas bersama.

Variasi
Uang yang sering disebut wayang 10 Gulden ini merupakan uang seri wayang yang pertama kali diedarkan yaitu pada tahun 1933. Pecahan-pecahan lain diedarkan mulai 1934, bahkan pecahan 50 Gulden ke atas baru beredar tahun 1938.
Uang ini terdiri dari 3 variasi tanda tangan :
1. Praasterink - Buttingha Wichers (2 Oktober 1933 - 6 Februari 1934)
2. JC van Waveren - Buttingha Wichers (20 September 1937 - 19 September 1938)
3. RE Smits - Buttingha Wichers (28 Juli 1939 - 31 Agustus 1939)

Sekarang mari kita perhatikan dengan teliti siapakah tokoh wayang yang ingin digambarkan oleh CA Lion Cachet pada uang ini.


Tidak seperti pecahan 5 Gulden yang menampilkan tokoh yang flamboyan dan tanpa kesaktian, pecahan ini menampilkan sosok yang garang. Perhatikan saja matanya yang melotot menatap tajam ke depan, kumisnya yang lebat dan rambutnya yang panjang terurai, semuanya memberikan kesan bahwa dia adalah seorang petarung handal. Dunia pewayangan mengenal banyak sekali petarung hebat, lalu dimanakah letak ciri khasnya sehingga dengan sekali lihat maka para ahli wayang langsung mengetahui siapa tokoh tersebut?

Perhatikan baju yang dikenakan, karena disana letak kuncinya.. 
Baju yang dipakai memiliki motif seperti sisik ular, dengan demikian para pemerhati wayang sudah langsung tau bahwa tokoh yang ingin digambarkan adalah ANTAREJA.


ANTAREJA merupakan putra sulung dari Dewi Nagagini dan cucu dari Batara Antaboga, dewanya bangsa ular. Sewaktu masih bayi ANTAREJA dilumuri ludah sang kakek sehingga kulitnya menjadi bersisik dan kebal terhadap semua senjata. Selain itu ANTAREJA juga memiliki cincin Mustikabumi yang bisa menghidupkan kembali orang yang meninggal sebelum takdirnya.












Antareja versi wayang orang


Daftar kesaktian ANTAREJA :
1. Berkulit Napakawaca yang kebal terhadap senjata
2. Cincin Mustikabumi yang menjauhkan kematian selama masih menyentuh bumi serta dapat membangkitkan kematian yang belum takdirnya
3. Dapat berjalan menembus tanah atau bumi
4. Berlidah sakti, mahluk apapun yang dijilat telapak kakinya pasti akan mati

Antareja versi wayang kulit




ANTAREJA menikah dengan Dewi Ganggi, putri Prabu Ganggapranawa, raja ular di Tawingnarmada, dan berputra Arya Danurwenda (beberapa literatur menyebutkan nama Jayasena).
Sehingga sangat mungkin gambar pasangannya dalam pecahan 10 Gulden ini adalah isterinya Antereja yaitu Dewi Ganggi.


Raden Antareja dengan Dewi Ganggi


Menurut kisah sewaktu dalam perjalanan ANTAREJA terkejut melihat sesosok mayat wanita yang berada di atas perahu, setelah diteliti ternyata mayat tersebut adalah Wara Subadra istri Arjuna. Dengan cincin Mustikabumi miliknya, ANTAREJA dapat menghidupkan kembali Subadra yang meninggal dengan tidak sengaja alias belum waktunya karena dibunuh oleh Burisrawa yang memiliki tubuh raksasa, berilmu tinggi serta berwajah buruk.

Gatotkaca sebagai keponakan Wara Subadra yang mendapat tugas untuk mengawasi jenazah Wara Subadra menjadi curiga dan menuduh ANTAREJA yang membunuh Wara Subadra. Keduanya lalu berperang dengan hebat, namun segera dicegah oleh Sri Kresna dan diberi nasehat bahwa keduanya masih saudara lain ibu. Setelah terbangun dari kematian Wara Subadra sendiri mengaku bahwa yang membunuh dirinya itu satriya Madyapura bernama Raden Burisrawa. ANTAREJA dan Gatotkaca sangat gembira mengetahui kalau mereka masih bersaudara dan bahu membahu mencari dan menangkap pelaku pembunuhan yaitu Raden Buriswara.

Antareja dan Gatotkaca ternyata merupakan dua tokoh yang bersaudara tiri, keduanya sangat sakti dan mereka bekerja sama untuk mencari sang musuh. Apakah cerita ini yang mendasari pemilihan gambar Gatotkaca pada pecahan Dai Nippon 10 Roepiah? Tentu bukan kebetulan gambar Gatotkaca ditampilkan pada pecahan bernominal sama tersebut (apakah teman-teman mengetahui ciri khas Gatotkaca, sehingga dengan sekali pandang para ahli pewayangan bisa langsung mengenalinya?). 
Sangat mungkin penggagas gambar pecahan Dai Nippon 10 Roepiah ingin melukiskan bahwa Pemerintah Dai Nippon yang digambarkan sebagai Gatotkaca bekerja sama dengan penduduk pribumi yang digambarkan sebagai Antareja berperang bahu membahu mengusir musuh bersama yang digambarkan sebagai raksasa berwajah jelek yaitu Belanda. 


Terlalu kebetulan kalau kedua pecahan bernominal sama tersebut memiliki cerita yang berhubungan, Antareja pada wayang 10 Gulden ternyata saudara tiri dari Gatotkaca pada Dai Nippon 10 Roepiah dan keduanya bertempur menghadapi musuh yang sama yaitu Belanda


Bagaimana menurut teman-teman, bukankah filosofi dibalik gambar uang kuno itu sangat menarik? Para penggagas dan pelukisnya benar-benar sosok yang sangat memahami dan memiliki pengetahuan yang tinggi.
Karena itu sudah sewajarnya kita ikut memelihara kelestariannya.




Jakarta 24 Mei 2014

Terima kasih kepada pak Gatot, kurator Museum BI pusat
Disari dari berbagai sumber, kritik dan saran hubungi email arifindr@gmail.com