Seri Pekerja III 1964
Pecahan 10.000 rupiah
Pecahan 10.000 rupiah 1964 terdiri dari 3 jenis:
1. H-292, sering disebut sebagai 10.000 nelayan MERAH (M)
2. H-293, disebut sebagai 10.000 nelayan HIJAU (H)
3. H-294, karena ada gambar burung garuda di sisi kanan, maka sering disebut sebagai 10.000 nelayan GARUDA (GD)
Ketiga uang ini diedarkan sekitar tahun 1964-1966, dan merupakan pecahan TERBESAR pertama yang dicetak oleh Bank Indonesia. Sebelumnya pecahan terbesar hanya sampai 5000 rupiah saja (1958). Karena merupakan pecahan terbesar dan juga berwarna hijau maka timbul kiasan yang berkata "kalau melihat uang matanya menjadi hijau". Ketiga uang ini dikeluarkan pada waktu yang berbeda, yang mana yang duluan dan yang mana yang terakhir, dapat kita pelajari dari nomor serinya.
Sistem penomoran pada seri ini mengikuti aturan tertentu:
1. Huruf yang menjadi dasar perhitungan adalah huruf yang tengah (huruf kedua), mirip seperti pembahasan kita pada Info Uang Kuno 4 yang lalu.
2. Huruf I tidak dipakai3. Huruf X hanya dipakai sebagai seri pengganti
4. Walaupun terdiri dari 5 angka, tetapi angka pertama selalu 0 (kecuali untuk seri pengganti), berarti untuk setiap pergantian prefiks kedua (misal dari -A- menjadi -B-) terdapat 24x24x10000 = 5,76 juta biljet/lembar uang kertas
Sekarang kita perhatikan seri ini satu persatu:
Pecahan 10.000 rupiah merah, huruf kedua pada nomor serinya hanya didapatkan sebanyak 5 jenis dari A s/d E (gambar di bawah mewakili sebagian huruf)
Pecahan 10.000 rupiah HIJAU, mempunyai variasi huruf tengah dari F s/d U (15 jenis)
Sedangkan pada 10.000 rupiah GARUDA hanya ditemukan 2 jenis yaitu V dan W
Berdasarkan data di atas maka dapat diperhitungkan:
1. Uang yang pertama kali diedarkan adalah yang MERAH (A-E)
2. Disusul oleh yang HIJAU (F-U)
3. Yang terakhir adalah GARUDA (V dan W)
4. Jumlah dari masing2 uang tersebut adalah:
MERAH : 5 prefiks x 5,76 juta lembar = 28,8 juta lembar uang kertas (22,7%)
HIJAU : 15 prefiks x 5,76 juta lembar = 86,4 juta lembar uang kertas (68,2%)
GARUDA : 2 prefiks x 5,76 juta lembar = 11,52 juta lembar uang kertas (9,1%)
Sehingga bila ditotal adalah: 126,72 juta lembar, tidak termasuk uang seri pengganti (X)
Data dari buku Peruri menyebutkan bahwa keseluruhan uang ini dicetak sebanyak 142,185 juta lembar uang kertas, yang menunjukkan bahwa perhitungan kita di atas bila ditambahkan dengan seri X sebanyak sekitar 15,4 juta lembar (10% dari jumlah uang beredar) menghasilkan data yang cukup akurat.
Perhatikan tabel di bawah :
Dari data2 tersebut dapat disimpulkan bahwa pecahan GARUDA adalah yang paling sedikit dicetak (11,52 juta), tetapi karena keluarnya paling akhir dan masa edarnya paling singkat maka kondisi uang masih banyak yang UNC. Sedangkan untuk yang MERAH, walaupun jumlahnya lebih banyak (28,8 juta lembar) tetapi karena dikeluarkan pertama kali maka sangat sulit ditemukan yang UNC nya. Tidak heran harga kedua uang ini untuk yang UNC relatif sama. Tetapi harga tidak sama untuk yang berkondisi di bawah UNC, karena yang MERAH lebih banyak diedarkan maka harganya juga lebih murah dibandingkan yang GARUDA.
Seri Pengganti (X)
Pada perhitungan kita di atas didapatkan data kira2 ada sekitar 10% uang yang mempunyai prefiks X, sudah barang tentu prefiks X akan lebih langka dan sukar ditemukan. Perhitungan secara matematis dengan menganggap bahwa seri pengganti ini tersebar merata menurut jumlah uang beredarnya, tentu pecahan dengan jumlah edar terkecil yang paling sedikit ditemukan variasi X nya, yang dalam hal ini adalah pecahan GARUDA, apakah benar demikian masih harus dibuktikan. Itulah gunanya kita mempelajari uang kuno, jadi sedikit banyak kita bisa mengetahui dan menambah ilmu kita sehingga tidak hanya menjadi penonton saja.
Seperti apakah bentuk dan ciri2 seri pengganti tersebut?
Silahkan perhatikan gambar di bawah ini :
.
.
.
Kedua lembar teratas adalah seri X untuk pecahan MERAH, satu di tengah adalah yang HIJAU dan 2 lembar terbawah adalah GARUDA. Perhatikan penomorannya, huruf pertama adalah X yang menandakan seri pengganti, kemudian angka pertama bisa 0 seperti pada seri yang biasa beredar, angka 1, 2 atau lebih. Apakah angka 0, 1 (atau 2) hanya pada pecahan MERAH, atau angka (2), 3 , (4) hanya pada pecahan HIJAU dan angka (4), 5, 6 dan seterusnya hanya pada pecahan GARUDA ? Saya tidak bisa menjawabnya, untuk itu saya mengundang teman2 semua yang memiliki seri X pada pecahan ini untuk turut serta membantu mendata angka pertama pada nomor serinya, sehingga misteri angka tersebut dapat kita pecahkan bersama.
Pertanyaan berikutnya adalah sebesar apakah nilai uang ini pada waktu masa beredarnya? Sekitar tahun 1964 s/d pertengahan 1965, harga 1 dollar AS bernilai Rp.10.000, sehingga satu lembar uang ini kurang lebih berharga sama dengan $AS 1. Harga emas saat itu adalah $AS 35 per troy ounce (sekitar 31,1 gram) atau sekitar Rp.11.000 per gram (mohon dikoreksi bila salah), yang berarti bahwa satu lembar uang ini bisa membeli sekitar 1 gram emas murni.
Kondisi seperti ini tidak bertahan lama, karena pada akhir 1965 tepatnya di bulan Desember 1965 harga dollar melonjak drastis menjadi sekitar Rp.35.000 per dollar AS sehingga pemerintah melakukan devaluasi dengan cara memotong nilai rupiah dari Rp.1000 menjadi Rp.1. Peristiwa inilah yang melatarbelakangi terbitnya uang sen seri Sukarelawan pada tanggal 13 Desember 1965. Selembar uang 10.000 ini pada waktu tersebut dapat ditukarkan dengan 20 lembar pecahan 50 sen seri Sukarelawan. Peristiwa devaluasi ini pula yang sedikit banyak menyebabkan jatuhnya presiden pertama kita Bung karno.
Bila ada diantara orang tua kita yang kebetulan menyimpan uang ini bukan dalam kondisi UNC, maka pada tahun 2010 ini uang tersebut hanya bernilai beberapa puluh ribu rupiah saja, sangat jauh dari harga semestinya sebesar 1 gram emas. Tetapi bila ada yang menyimpannya dalam kondisi UNC, maka pada saat sekarang selembar uang ini bisa membeli setidaknya 1-2 gram emas. Bagaimana prospek investasi numismatiknya? Anda sendirilah yang bisa menjawabnya.
Jakarta 30 Maret 2010
Kritik dan saran hubungi arifindr@gmail.com
sumber:
Jurnal Rupiah
KUKI
Sejarah Nilai Tukar Rupiah (Kuswandi's site)
Koleksi pribadi
0 komentar:
Posting Komentar