Minggu, 09 November 2014

73. Wayang 25 Gulden


Kita semua tentu mengenal uang yang satu ini : De Javasche Bank 25 Gulden seri wayang.
Mari kita kupas lebih dalam lagi uang yang sangat indah ini.

Variasi tanda tangan
1. Praasterink - GG van Buttingha Wichers
    (14-12-1934 sd 13-2-1935)
2. JC van Waveren - GG van Buttingha Wichers
    (17-10-1938 sd 30-6-1939)
3. RE Smits - GG van Buttingha Wichers
    (1-7-1939 sd 4-7-1939)

Dari data di atas dapat dilihat bahwa variasi tanda tangan ketiga (Smits) merupakan yang terlangka dengan hanya 3 tanggal cetak saja, masing-masing tanggal 1-7-1939 (IW), 3-7-1939 (IX) dan 4-7-1939 (IY). Tanggal 2-7-1939 tidak ada karena jatuh pada hari Minggu. Tidak heran variasi ini sulit ditemukan dan bernilai jauh lebih tinggi dibandingkan kedua variasi lainnya.

Tanda air
Tidak seperti tanda air pecahan lainnya, pecahan ini adalah satu-satunya yang memiliki tanda air berbeda. KUKI menyebutkannya sebagai garis berliku-liku sedang Pick menyebutnya zigzag lines.
Tanda air yang sangat indah dan rumit berupa garis zigzag yang terputus di bagian tengah
Tidak ada pecahan lain yang memiliki tanda air serupa

Masa edar
Uang ini diedarkan akhir 1934 untuk menggantikan seri JP Coen II, sempat menjadi korban kebijakan gunting Sjafruddin 19 Maret 1950 dan digantikan seri Federal 1946 (pecahan 5 Gulden coklat, 10 Gulden ungu, 25 Gulden  hijau) serta seri Federal 1948 (1/2, 1 dan 2-1/2 Gulden).

Nomor seri
Semua uang seri wayang terdiri dari 2 huruf 5 angka dimana angka pertama selalu nol (0). Tidak pernah ditemukan seri pengganti yang diduga angka pertamanya adalah 1. Tahun cetak yang ditemukan adalah 1934 (menurut Pick), 1935, 1938 dan 1939. Belum ditemukan tahun cetak 1936 dan 1937. Seperti pecahan lain yang lebih besar, setiap satu tanggal hanya dicetak satu prefix. Perhatikan contoh di bawah :

Satu tanggal hanya mencetak satu prefix, kecuali hari Minggu atau libur
Huruf Q tidak dipergunakan.
Mohon bantuan teman-teman yang memiliki prefix sebelum DN (tahun 1934)

Populasi
Prefix awal pecahan ini dimulai dari huruf D sedangkan huruf keduanya masih belum bisa dipastikan, dilanjutkan dengan E, F, G, H dan ditutup dengan IY. Dari 6 prefix  tersebut  (D sd I) yang bila diasumsikan huruf kedua terpakai semua dari A sd Z kecuali Q dan masing-masing dicetak penuh sesuai nomor serinya sebanyak 9999 lembar maka total terdapat 6 x 25 x 9999 atau sekitar 1,5 juta lembar. Cukup banyak? Bila dibandingkan dengan pecahan 50 Gulden yang terdiri dari 44 prefix (sekitar 440.000 lembar) maka jumlah pecahan ini kurang lebih 3,4 kali lipat lebih banyak.

Pelukis
Semua uang seri wayang dirancang oleh Mr. Carel Adolph Lion Cachet, seorang seniman senior asal Belanda. Dari data paling awal yang berhasil ditemukan yaitu berupa versi artist drawing, terlihat bahwa uang ini rancangannya mulai dikerjakan pada awal 1932.   

Artist drawing seri wayang pecahan 25 Gulden yang sangat langka
Tanggal tertera 29-1-32

Variasi
Ada beberapa variasi yang berhasil ditemukan yaitu :
1. Artist drawing seperti yang terlihat pada gambar di atas (mungkin hanya ada satu lembar saja)
2. Proof bernomor seri WW12345-WW67890. Terdapat beberapa jenis yang berbeda warna.

Dua contoh proof beda warna, hijau dan coklat

3. SPECIMEN nomor jalan tipe 1.
Sangat langka dan bernilai tinggi. Populasi hanya bisa dihitung dengan jari. Perhatikan stempel SPECIMEN yang berbeda dibandingkan jenis lainnya

4. SPECIMEN nomor jalan tipe 2 yang juga cukup sulit ditemukan


5. SPECIMEN AA12345-AA67890. Bertanggal fiktif 32-9-63, berperforasi 43 5 68 dan memiliki stempel SPECIMEN berwarna merah menyala yang melintang di kedua sisi. Populasi diperkirakan belasan-puluhan lembar.

Versi SPECIMEN bernomor seri AA12345-AA67890

6. Variasi beredar yang terdiri dari 3 tanda tangan seperti telah dijelaskan di atas.

Gambar tokoh
Pada bagian depan uang terdapat gambar sepasang tokoh pewayangan yang saling berhadapan, laki-laki di sisi kiri dan perempuan di sisi kanan.

Tokoh pewayangan laki-laki memiliki ciri :
Gagah dan berwibawa
Memakai mahkota 

Perhatikan tokoh laki-lakinya, tampak rapi, gagah, berwibawa dan yang terpenting dikepalanya mengenakan sebuah mahkota yang menjulang tinggi. Dari ciri-ciri tersebut dapat dipastikan kalau tokoh yang dimaksud pastilah seorang raja. Apalagi setelah saya menemukan gambar mahkota yang serupa dengan yang dikenakan sang tokoh. Mahkota tersebut disimpan di museum Radya Pustaka di Surakarta. Dari keterangan yang ada di museum, dijelaskan bahwa mahkota tersebut dipakai oleh seorang raja yang sangat berkuasa dan terkenal dalam dunia pewayangan yaitu : Prabu Kresna.
Prabu Kresna
Berkulit gelap, gagah berwibawa dan mengenakan mahkota


Tokoh Kresna telah lama dikenal dalam cerita rakyat di India, kemudian datang ke Indonesia dan dikembangkan melalui sastra Jawa kuno. Diceritakan kalau Kresna sebenarnya adalah titisan Dewa Wisnu yang kedelapan kalinya sehingga Kresna juga memiliki sifat-sifat dewa yang kamanusan yaitu adil dan bijaksana. Selain itu Kresna juga memiliki kesaktian yang luar biasa, dia antara lain memiliki mustika Kembang Wijayakusuma yang mampu menyembuhkan dan menghidupkan orang mati, Gambar Lopian untuk meneropong kejadian yang sudah, sedang dan yang akan terjadi serta Cakra Ujaksana untuk membasmi musuh yang mengacaukan negara.

Menurut cerita, dengan kesaktiannya Kresna dapat mengalahkan raja negara Dwarawati yaitu Prabu Jenggala Manik sehingga dia menjadi raja negara tersebut dan bergelar Prabu Kresna. Semasa menjadi raja, selain sebagai pemimpin yang unik dan berkharisma, Prabu Kresna juga merupakan seorang politisi ulung. Dia yang mengembalikan semangat Arjuna dalam pertempuran Baratayuda, dia menjadi kusir kereta perang Arjuna dan maju perang bersama-sama.

Kresna memiliki beberapa istri diantaranya adalah Dewi Jembarwati (istri pertama), Dewi Rukmini, Dewi Setyaboma dan istrinya yang terakhir Dewi Pertiwi. Dari semua istri-istrinya ada 2 yang menonjol yaitu Dewi Jembarwati dan Dewi Pertiwi. Dari Dewi Jembarwati mereka memiliki anak bernama Samba yang tampan dan sangat disayang serta dimanja oleh Prabu Kresna. Walaupun wajah anaknya ini dijadikan gambar pada seri wayang pecahan 5 Gulden tapi Samba tidak memiliki kesaktian apapun dan masa depannyapun suram.
Sedangkan dari Dewi Pertiwi mereka memiliki anak laki-laki bernama Bambang Sitija yang nantinya menjadi raja negara Surateleng bergelar Prabu Bomanarakasura serta anak perempuan Dewi Siti Sundari yang nantinya menjadi istri Abimayu putra dari Arjuna. Selain itu Dewi Pertiwi ternyata adalah titisan dewa juga sehingga memiliki sifat keadilan, welas kasih dan kebijaksanaan.

Berdasarkan hal di atas, apalagi ditambah keyakinan bahwa (umumnya) istri termuda adalah istri kesayangan maka para pemerhati wayang beranggapan kalau pasangan Prabu Kresna pada pecahan ini adalah Dewi Pertiwi.

Prabu Kresna (falling in love) dengan Dewi Pertiwi

Perancang dan pelukis uang ini sangat mengagumi Prabu Kresna. Dia menampilkan sosok Kresna dari berbagai posisi pada 3 pecahan seri wayang yaitu 25 Gulden (dari sisi kanan depan), 100 Gulden (dari sisi samping kiri) dan 1000 Gulden (dari depan).

 Prabu Kresna pada pecahan 25, 100 dan 1000 Gulden

Mengapa Kresna yang dijadikan idola oleh Lion Cachet? Bahkan sampai tiga kali muncul termasuk pada pecahan tertinggi 1000 Gulden. Mungkin karena Kresna adalah seorang raja, seorang tokoh pendukung dan pelindung (pengayom), tokoh yang memiliki sifat benar, utama, dan adil. Ia pun juga sebagai tokoh penjaga dan pemelihara alam semesta dan telah dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, terutama di daerah Jawa. Tokoh Kresna mengalami "hidup" yang cukup lama, baik dalam karya sastra Jawa Kuno rnaupun Jawa Baru.

Pada kelompok masyarakat ningrat yang mewakili penguasa, tokoh Kresna tampil sebagai dewanya raja (raja binathara = raja yang memiliki sifat seperti dewa) bersifat benar, utama, adil, dan melindungi (mengayomi).Sedang di dalam kelompok masyarakat biasa, Kresna tampil sebagai pendeta raja (raja pinandhita = raja yang memiliki sifat pendeta), bersifat arif wicaksana. Karena itu Kresna adalah tokoh yang bisa diterima dan masuk pada berbagai tingkatan masyarakat, tidak heran Lion Cachet menampilkan sosoknya pada pecahan kecil (25 Gulden), sedang (100 Gulden) dan besar (1000 Gulden) sebagai wakil dari berbagai kelompok masyarakat yang berbeda.

Pada pecahan 25 Gulden Prabu Kresna dipasangkan dengan isterinya Dewi Pertiwi, lalu pada pecahan 100 Gulden duduk berhadapan dengan seorang tokoh istimewa. Dan terakhir pada pecahan 1000 Gulden Prabu Kresna kembali dipasangkan dengan seseorang tokoh super hebat juga. Siapakah mereka sehingga pantas duduk berhadapan dengan sang raja?
Rupanya cerita masih akan berlanjut.............


Semoga artikel di atas bisa membuka wawasan kita bersama dan tentunya lebih memperdalam kecintaan kita terhadap uang kuno. Saya menunggu saran dan kritik dari teman-teman semua....



Jakarta akhir tahun 2014
Terima kasih untuk pak Gatot, pecinta wayang sekaligus kurator museum Bank Indonesia  


0 komentar:

Posting Komentar